ATAMBUA, Memoindonesia.co.id — Di balik suasana hangat di ruang pertemuan Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua, tersirat sebuah babak baru hubungan dua negara serumpun.
Kunjungan kehormatan Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Timor Leste ke Imigrasi Atambua bukan sekadar silaturahmi, melainkan langkah konkret menuju masa depan perbatasan yang lebih terbuka, teratur, dan manusiawi.
Rombongan dipimpinponsuler Kemenlu Timor-Leste, didampingi Bonifácio Fátima Martins Belo, Agen Konsul Timor-Leste di Atambua, serta jajaran pejabat terkait. Mereka disambut langsung oleh Kepala Kantor Imigrasi Atambua, Putu Agus Eka Putra, bersama jajaran pejabat struktural.
Menjahit Ulang Konektivitas Dua Bangsa
Dalam dialog terbuka dan penuh saling menghormati, kedua pihak membahas isu-isu krusial di kawasan perbatasan, mulai dari penanganan warga negara Timor Leste yang masuk secara ilegal ke Indonesia, kemudahan izin tinggal bagi pelajar dan mahasiswa, hingga perlindungan hukum bagi keluarga hasil perkawinan campur.
Selain itu, dibahas pula langkah antisipatif terhadap potensi kejahatan lintas negara (transnational crime) dan evaluasi terhadap standar pelayanan keimigrasian di PLBN Motaain (Indonesia) dan Pos Batugade (Timor Leste), agar sistem pengawasan dan pelayanan publik di kedua sisi dapat berjalan lebih sinkron dan efisien.
Pas Lintas Batas: Dari Dokumen ke Simbol Persaudaraan
Salah satu poin penting yang mencuat dalam pertemuan ini adalah usulan pengaktifan kembali Pas Lintas Batas (PLB) — kebijakan yang sempat terhenti, namun terbukti vital bagi mobilitas masyarakat di kawasan Atambua–Batugade.
“Pos Lintas Batas bukan sekadar dokumen administratif. Ia adalah pengakuan atas realitas sosial dan budaya di kawasan perbatasan. Dengan diaktifkan kembali, kita tidak hanya memberi kepastian hukum, tetapi juga memulihkan hak sosial masyarakat lintas batas untuk bergerak secara aman dan bermartabat,” ujar Putu Agus Eka Putra, Kepala Kantor Imigrasi Atambua.
Menurut Putu, pengaktifan PLB akan memperkuat pengawasan keimigrasian di jalur-jalur tradisional seperti Motaain dan Batugade, sekaligus menjadi bentuk diplomasi kemanusiaan yang menghargai kedekatan historis dua bangsa.
Diplomasi di Garis Depan
Langkah proaktif Imigrasi Atambua mendapat apresiasi dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTT, Arvin Gumilang.
“Apa yang dilakukan Kanim Atambua adalah contoh diplomasi keimigrasian yang hidup. Sinergi antara pelayanan publik, penegakan hukum, dan kemanusiaan terlihat nyata di lapangan. Usulan pengaktifan PLB lahir dari empati terhadap masyarakat perbatasan yang selama ini menjadi korban kebijakan yang kaku,” ungkap Arvin.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, menegaskan bahwa kegiatan ini menggambarkan wajah baru Imigrasi Indonesia yang tidak lagi hanya berfokus pada administrasi, tetapi juga menjadi aktor diplomasi di wilayah terdepan.
“Imigrasi Atambua berada di garis pertama penjaga kedaulatan, sekaligus penghubung kemanusiaan antarbangsa. Inisiatif dan kepedulian yang ditunjukkan jajaran di lapangan mencerminkan semangat Imigrasi modern — adaptif, empatik, dan berpihak pada masyarakat,” tegas Yuldi.
Perbatasan Sebagai Jembatan, Bukan Sekat
Pertemuan ini menegaskan komitmen bersama untuk menata perbatasan bukan sebagai garis pemisah, melainkan sebagai jembatan persaudaraan antara Indonesia dan Timor Leste.
Dari Motaain hingga Batugade, semangat yang sama bergema: menjaga kedaulatan tanpa kehilangan kemanusiaan, memperkuat keamanan tanpa menutup akses sosial, dan membangun masa depan perbatasan yang hidup, dinamis, dan berkeadilan.
Imigrasi Atambua menegaskan tekadnya untuk terus berada di garda terdepan — menghadirkan pelayanan yang profesional, menjaga wibawa negara, dan merawat hubungan baik dengan tetangga serumpun. Karena di perbatasan, batas negara boleh berhenti, tetapi persaudaraan tidak akan pernah berakhir. HUM/BAD

