JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Anggota DPR Fraksi PDI-P, Yasonna H Laoly (YL), telah diperiksa KPK setelah sebagai saksi kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dengan tersangka Harun Masiku (HM). KPK membantah pemeriksaan terhadap Yasonna politis.
“Semua saksi yang dimintai keterangan tentunya akan ditanyakan terkait pengetahuannya terhadap kejadian maupun keterangan para saksi maupun tersangka yang lain,” kata jubir KPK, Tessa Mahardhika, di gedung KPK, Jakarta, Kamis 19 Desember 2024.
Perihal Yasonna, menurut dia, diperiksa karena ada dokumen yang perlu diklarifikasi. Dia pun mengatakan pemanggilan kepada Yasonna tidak mengada-ada dan ada alasannya.
“Dalam kasus Bapak YL ini sebagaimana yang tadi sudah disampaikan oleh penyidik ada fakta atau ada dokumen yang perlu dijelaskan oleh beliau, perihal permintaan fatwa kepada Mahkamah Agung. Jadi tidak bisa mengada-ada, kalau penyidik memanggil saksi harus ada dasarnya saya pikir seperti itu,” ucapnya.
Dirinya juga tidak mengetahui mengapa terkait di mana keberadaan Harun tidak ditanyakan. Tessa mengatakan seharusnya Yasonna dapat memberi tahu keberadaan Harun kepada penyidik jika mengetahui.
“Harusnya kalau Pak YL tahu (keberadaan Harun) saya pikir dengan memberitahu penyidik itu malah lebih baik bagi pihak-pihak yang selama ini merasa tersandera dengan perkara tersebut,” kata dia.
“Kembali kan bila semua masyarakat siapa pun yang mengetahui keberadaan Saudara HM ini silakan disampaikan, penyidik dalam hal ini menunggu informasi tersebut dari masyarakat, di sisi lain penyidik juga aktif mencari dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum lain,” tambahnya.
Yasonna sebelumnya mengaku dicecar penyidik KPK terkait permintaan fatwa yang diajukannya kepada Mahkamah Agung (MA). Dia mengatakan permintaan fatwa MA itu dilakukannya dalam kapasitas Ketua DPP PDI-P saat itu.
“Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung untuk permintaan fatwa tentang keputusan Mahkamah Agung Nomor 57. Kami minta fatwa karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP tentang suara caleg yang meninggal,” kata Yasonna di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu 18 Desember 2024.
Yasonna mengatakan permintaan fatwa ke MA terkait posisi pergantian caleg terpilih yang meninggal dunia. Dia menyebutkan ada perbedaan sudut pandang antara KPU dan DPP PDI-P.
“Inti pokoknya sebagai Ketua DPP saya mengirim surat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung karena waktu proses pencalegan itu ada tafsir yang berbeda setelah judicial review ada keputusan Mahkamah Agung Nomor 57 dan DPP mengirimkan surat tentang penetapan caleg, kemudian KPU menanggapi berbeda,” ujar Yasonna.
Selain terkait pengajuan fatwa ke MA tersebut, Yasonna dicecar mengenai kapasitasnya sebagai mantan Menteri Hukum dan HAM. Penyidik KPK mencecarnya terkait perlintasan Harun Masiku selama jadi buron.
“Kedua, kapasitas saya sebagai seorang menteri. Saya menyerahkan tentang perlintasan Harun Masiku. Penyidik sangat profesional menanyakan posisi saya sebagai Ketua DPP, posisi saya sebagai Menteri Hukum dan HAM mengenai perlintasan Harun Masiku,” ujar Yasonna. HUM/GIT