JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengurai benang kusut dalam skandal korupsi kuota haji 2024 yang merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun.
Kali ini, penyidik mendalami mekanisme perolehan kuota haji tambahan dengan memeriksa pendakwah sekaligus pemilik travel haji, Khalid Zeed Abdullah Basalamah (KB), sebagai saksi.
Pemeriksaan yang berlangsung selama 7,5 jam pada Selasa 9 September 2025 itu berfokus pada bagaimana Khalid dan jemaahnya bisa berangkat haji menggunakan kuota tambahan yang menjadi sumber masalah. Salah satu poin krusial yang didalami adalah adanya pergeseran jenis visa yang digunakan.
“Penyidik mendalami bagaimana perolehan kuota keberangkatan haji tersebut, seperti apa mekanismenya,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung KPK, Kamis 11 September 2025.
“Pengakuan dari yang bersangkutan juga terkait dengan awalnya menggunakan [visa haji] furoda, kemudian bergeser menjadi haji khusus,” tambah Budi Prasetyo.
Pergeseran dari visa furoda (undangan langsung dari Kerajaan Arab Saudi) menjadi haji khusus (yang kuotanya diatur pemerintah Indonesia) inilah yang menarik perhatian penyidik dalam menelusuri alur penyelewengan kuota.
Budi Prasetyo menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap Khalid Basalamah dilakukan dalam kapasitasnya sebagai saksi fakta dan pemilik travel yang memberangkatkan jemaah pada 2024. KPK ingin memahami praktik di lapangan dari sudut pandang penyelenggara perjalanan ibadah haji.
Pemeriksaan ini bukanlah satu-satunya. KPK juga menerapkan pendalaman yang sama kepada biro-biro travel lain dan asosiasi penyelenggara haji.
“Tidak hanya terhadap saksi Ustaz KB saja, tapi juga penyidik mendalami dari para biro travel lain, termasuk juga mendalami dari asosiasi-asosiasi ya, karena memang dalam penyelenggaraan ibadah haji ini kan ada asosiasi-asosiasi yang membawahi biro perjalanan,” tambah Budi.
Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan, meskipun KPK belum secara resmi mengumumkan nama tersangkanya. Sejumlah pihak, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, telah diperiksa.
Pangkal masalahnya adalah pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang dialokasikan 50:50 untuk haji reguler dan haji khusus. Pembagian ini secara terang-terangan melanggar undang-undang yang menetapkan jatah haji khusus hanya 8 persen dari total kuota nasional.
KPK menduga ada kongkalikong antara asosiasi travel haji dengan oknum di Kementerian Agama (Kemenag) untuk merekayasa pembagian ini.
Akibatnya, negara diperkirakan mengalami kerugian lebih dari Rp 1 triliun karena dana yang seharusnya dikelola untuk subsidi haji reguler justru lari ke pihak swasta. HUM/GIT