JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus dugaan korupsi izin pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), yang telah berjalan selama delapan tahun.
Kasus tersebut sebelumnya menjerat mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 2017.
Ia diduga menyalahgunakan kewenangan dalam penerbitan izin pertambangan sehingga memperkaya diri sendiri dan menimbulkan kerugian keuangan negara.
Penetapan tersangka terhadap Aswad diumumkan langsung oleh Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, pada 3 Oktober 2017.
Dugaan tindak pidana korupsi tersebut berkaitan dengan penerbitan izin eksplorasi, izin usaha pertambangan, serta izin operasi produksi pada kurun waktu 2007–2009.
KPK sebelumnya menyebut indikasi kerugian negara dalam kasus ini mencapai sedikitnya Rp 2,7 triliun. Kerugian tersebut berasal dari penjualan produksi nikel yang diduga diperoleh melalui proses perizinan yang melawan hukum.
Namun, setelah dilakukan pendalaman pada tahap penyidikan, KPK menyatakan tidak menemukan kecukupan alat bukti. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa peristiwa pidana dalam perkara ini terjadi pada 2009 dan tidak didukung bukti yang memadai untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan.
“Atas dasar itu, KPK menerbitkan SP3 untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak terkait,” ujar Budi.
Meski demikian, KPK menegaskan tetap membuka ruang bagi masyarakat apabila terdapat informasi atau bukti baru yang relevan dengan perkara tersebut.
Sebagai informasi, kewenangan KPK untuk menghentikan penyidikan melalui SP3 baru dimungkinkan setelah revisi Undang-Undang KPK pada 2019, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. HUM/GIT


