JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menegaskan jabatan Suhartoyo sebagai Ketua MK tetap sah secara hukum.
Ia menilai putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta tidak pernah membatalkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK.
“Putusan PTUN tidak pernah menyatakan pengangkatan Bapak Suhartoyo sebagai ketua tidak sah,” ujar Saldi Isra kepada wartawan, Selasa 4 November 2025.
Saldi menjelaskan, pemilihan Suhartoyo telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Menurutnya, substansi putusan PTUN hanya meminta MK memperbaiki penerbitan surat keputusan (SK) terkait pengangkatan, bukan membatalkan hasil pemilihan Ketua MK.
“Putusan tersebut hanya meminta untuk memperbaiki penerbitan SK, karena secara substansi proses pemilihan Bapak Suhartoyo sudah sesuai dengan ketentuan hukum,” tuturnya.
Sebelumnya, ahli hukum tata negara Muhammad Rullyandi mengirim surat terbuka kepada MK yang menyebut jabatan Suhartoyo sebagai Ketua MK tidak sah. Ia juga meminta sembilan hakim konstitusi, termasuk Wakil Ketua MK, untuk mengundurkan diri.
Dalam pernyataannya, Rullyandi menilai pengangkatan Ketua MK tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang MK yang mengamanatkan adanya rapat pleno pemilihan Ketua MK oleh para hakim konstitusi.
“Surat ini sebagai bentuk kritik terhadap kondisi di MK saat ini. Pengangkatan Ketua MK tidak melalui proses sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan Undang-Undang MK,” ujar Rullyandi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin 3 November 2025.
Rullyandi mengaitkan pandangannya dengan putusan PTUN DKI Jakarta pada Agustus 2024 yang mengabulkan gugatan mantan Ketua MK Anwar Usman. Menurutnya, putusan tersebut berdampak pada keabsahan jabatan Suhartoyo karena SK pengangkatannya dianggap cacat hukum setelah permohonan banding Anwar Usman dicabut.
Ia berpendapat proses pemilihan Ketua MK seharusnya diulang setelah adanya putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap.
“SK yang cacat hukum melanggar konstitusi dan Undang-Undang MK. Karena itu, sembilan hakim MK saat ini tidak layak disebut sebagai negarawan,” ucapnya.
Meski demikian, MK menegaskan tidak ada pelanggaran prosedur dalam pemilihan Suhartoyo dan memastikan seluruh proses telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. HUM/GIT
                    
            
            
        
        
        
        
        