JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong dijerat Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka korupsi terkait impor gula di tahun 2015-2016. Jaksa menyebut pria yang karib disapa Tom Lembong itu menyalahi aturan yang ternyata diteken sendiri oleh dirinya.
Dalam jumpa pers di Kejagung pada Selasa, 29 Oktober 2024, Abdul Qohar selaku Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) mengatakan Tom Lembong melakukan perbuatan itu bersama-sama dengan Charles Sitorus dalam jabatannya sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) saat peristiwa pidana yang disangkakan itu terjadi.
Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Selanjutnya disebut UU Tipikor).
Dengan jeratan pasal itu maka keduanya terancam hukuman maksimal seumur hidup penjara. Berikut isi pasalnya:
Pasal 2 ayat (1)
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Duduk Perkara
Produk gula sendiri terdiri dari 3 jenis, yaitu:
1. Gula Kristal Mentah (GKM)
2. Gula Kristal Rafinasi (GKR)
3. Gula Kristal Putih (GKP)
Mudahnya adalah GKM dan GKR adalah gula yang dipakai untuk proses produksi, sedangkan GKP dapat dikonsumsi langsung. Nah, menurut Kejagung, Tom Lembong yang saat itu menjabat Mendag memberikan izin ke perusahaan-perusahaan swasta untuk mengimpor GKM padahal secara aturan yang diizinkan melakukan impor adalah BUMN.
Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117/M-DAG/PER/12/2015 (Selanjutnya disebut Permendag Nomor 117 Tahun 2015) tentang Ketentuan Impor Gula yang menggantikan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527/MPP/Kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor Gula. Permendag Nomor 117 Tahun 2015 itu ditandatangani Tom Lembong sebagai Mendag saat itu.
Pasal 2 dalam Permendag Nomor 117 Tahun 2015 menyebutkan impor gula dibatasi. Selain dibatasi, impor gula harus sesuai kebutuhan dalam negeri yang disepakati dalam rapat koordinasi antarkementerian.
Pada Pasal 4 disebutkan bahwa impor GKP hanya dapat dilakukan dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga GKP. Tak sembarangan juga, impor GKP itu hanya bisa dilakukan oleh BUMN sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (2), yang isinya sebagai berikut:
Impor Gula Kristal Putih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c hanya dapat dilakukan oleh BUMN pemilik API-U (Angka Pengenal Importir Umum) setelah mendapat Persetujuan Impor dari Menteri.
Lantas apa peran Tom Lembong?
Pada akhir Desember 2015, berlangsung rapar koordinasi bidang perekonomian yang salah satu pembahasannya adalah pada tahun 2016 Indonesia akan kekurangan GKP sebanyak 200 ribu ton sehingga diperlukan impor untuk stabilisasi harga dan pemenuhan stok. Merujuk pada aturan di atas, seharusnya Indonesia melakukan impor GKP langsung melalui BUMN dalam hal ini PT PPI.
Namun, menurut Kejagung, Tom Lembong malah memberikan izin impor GKM pada sejumlah perusahaan swasta tanpa melalui rapat koordinasi antarkementerian. GKM itu lantas diolah korporasi-korporasi itu menjadi GKP.
“Atas sepengetahuan dan persetujuan tersangka TTL (Thomas Trikasih Lembong), Persetujuan Impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung,” kata Abdul Qohar.
“Setelah perusahaan-perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi yang sebesar Rp 13.000/kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar,” imbuhnya Abdul Qohar.
Abdul Qohar menyebut dari perbuatan itu PT PPI mendapatkan fee sebesar Rp 105/kg. Selain itu dia menyebutkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 400 miliar yang dihitung dari nilai keuntungan perusahaan-perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara atau BUMN, dalam hal ini PT PPI. HUM/GIT