JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Kuasa hukum eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim membantah keras tudingan bahwa kliennya menerima aliran dana Rp 809 miliar dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM).
Pengacara Nadiem, Dodi S. Abdulkadir, menegaskan kliennya tidak memperoleh keuntungan pribadi sepeser pun dari pengadaan Chromebook dan CDM di Kemendikbudristek.
“Melihat seluruh fakta yang ada, terang benderang bahwa klien kami Nadiem Makarim tidak melakukan tindak pidana korupsi dan tidak diuntungkan sepeser pun. Tuduhan bahwa Nadiem diuntungkan Rp 809 miliar tidak benar dan semua bukti akan dibuka saat sidang,” ujar Dodi kepada wartawan di Jakarta Selatan, Selasa 16 Desember 2025 malam.
Dodi menyatakan tidak terdapat bukti bahwa Nadiem memperkaya diri sendiri maupun pihak lain dalam proyek pengadaan tersebut.
Ia juga menyebutkan, selama menjabat sebagai menteri, harta kekayaan Nadiem justru mengalami penurunan hingga 51 persen.
Terkait aliran dana Rp 809.596.125.000 dari PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB) ke PT Gojek Indonesia pada 2021, Dodi menegaskan transaksi tersebut merupakan transaksi korporasi internal dan tidak berkaitan dengan Nadiem maupun kebijakan Kemendikbudristek.
“Transfer dana tersebut murni transaksi korporasi internal PT AKAB dan tidak ada kaitannya dengan Nadiem ataupun kebijakan kementerian,” tegasnya.
Ia menambahkan, pihaknya memiliki bukti berupa dokumentasi korporasi yang menunjukkan Nadiem tidak menerima dana apa pun dari transaksi tersebut.
Menurut Dodi, transaksi itu merupakan langkah administratif PT AKAB dalam rangka penerapan tata kelola perusahaan sebelum pelaksanaan penawaran umum perdana.
Dodi juga membantah tudingan bahwa Nadiem memberi arahan atau keputusan untuk memilih Chromebook sebagai perangkat dalam program digitalisasi pendidikan.
Ia menyebut Nadiem hanya memberikan pendapat atas paparan dan masukan dari terdakwa Ibrahim Arief terkait perbandingan penggunaan Chrome OS dan Windows OS.
“Dakwaan menempatkan kewenangan secara tidak tepat dengan mengaburkan batas antara kebijakan menteri dan pelaksanaan teknis pengadaan,” ujarnya.
Menurut Dodi, penggunaan Chrome OS justru menghemat anggaran negara hingga Rp 1,2 triliun. Jika menggunakan Windows OS, negara harus membayar lisensi sebesar Rp 1,2 triliun, belum termasuk biaya langganan manajemen perangkat setiap tahun.
Ia menegaskan Chromebook hanya didistribusikan ke sekolah-sekolah yang memiliki infrastruktur listrik dan akses internet memadai, bukan ke wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Untuk wilayah 3T, Nadiem mengembangkan berbagai program lain seperti Buku Bacaan Berkualitas, Program Awan Penggerak, BOS Majemuk, hingga pengangkatan guru honorer menjadi ASN guna mendukung pemerataan akses pendidikan,” kata Dodi.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum mengungkap kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook dan CDM pada program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek telah merugikan negara sebesar Rp 2,1 triliun.
Dalam surat dakwaan terdakwa Sri Wahyuningsih, jaksa menyebut Nadiem Anwar Makarim menerima keuntungan sebesar Rp 809.596.125.000.
Kerugian negara tersebut terdiri atas kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1,56 triliun dan pengadaan CDM yang dinilai tidak diperlukan serta tidak bermanfaat sebesar Rp 621 miliar.
Jaksa menyatakan perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama oleh Sri Wahyuningsih, Nadiem Anwar Makarim, Mulyatsyah, Ibrahim Arief, serta mantan staf khusus Nadiem, Jurist Tan. HUM/GIT

