JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Nama Harun Masiku, buronan yang telah menghilang selama lebih dari empat tahun, kembali menjadi sorotan publik.
Sosoknya dikuliti habis-habisan dalam kesaksian mengejutkan oleh Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Kamis 26 Juni 2025.
Dalam persidangan tersebut, Hasto menjadi terdakwa kasus dugaan suap terkait penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan.
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Rios Rahmanto, Hasto diminta untuk memberikan kesaksian yang jujur dan apa adanya.
“Kami ingatkan kepada terdakwa agar memberi keterangan yang benar, apa adanya, karena kejujuran saudara nanti membantu diri saudara sendiri, ya?” tegas hakim Rios.
Hasto pun menjawab dengan mantap, “Baik, Yang Mulia.”
Dalam dakwaannya, Hasto dituduh menghalangi penyidikan KPK untuk menangkap Harun Masiku yang buron sejak 2020.
Ia juga didakwa menyuap mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sebesar Rp 600 juta demi melancarkan penetapan Harun sebagai anggota DPR periode 2019-2024. Suap tersebut diduga diberikan bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri.
Dalam kesaksiannya, Hasto menceritakan awal mula pertemuannya dengan Harun Masiku. Pertemuan itu terjadi pada 2019 di kantor DPP PDI-P saat proses pendaftaran calon legislatif. Jaksa KPK, Budhi Sarumpaet, pun mencecar Hasto tentang hubungannya dengan Harun.
“Izin Yang Mulia, saya mengenal Harun Masiku ketika proses pencalegan pada tahun 2019,” jawab Hasto.
Ia menjelaskan bahwa saat itu Harun datang sendiri ke kantor partai membawa biodata dan menyatakan niatnya untuk mendaftar sebagai caleg.
Hasto lalu memintanya untuk mengisi biodata di sekretariat. Menurut Hasto, pada saat itu Harun sudah memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) sebagai anggota partai, meskipun belum disebut sebagai kader.
Salah satu poin paling menarik dari kesaksian Hasto adalah ketika ia menjelaskan mengapa PDI-P memilih Harun Masiku untuk menerima limpahan suara dari Nazarudin Kiemas.
Hasto mengungkapkan bahwa keputusan tersebut diambil dalam rapat pleno DPP PDI-P setelah melihat biodata seluruh caleg.
“Ketika biodata dari saudara Harun Masiku dipaparkan, di situ tertulis bahwa dia mendapatkan beasiswa dari Ratu Elizabeth, kemudian keahliannya international economic of law,” ungkap Hasto.
Ia menambahkan, keahlian tersebut sangat dibutuhkan oleh partai untuk kebutuhan strategis. Selain keahliannya, Hasto juga menyebutkan aspek historis Harun yang terlibat dalam penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai sejak kongres pertama.
Dua pertimbangan inilah yang menjadi alasan utama DPP PDI-P melimpahkan suara Nazarudin kepada Harun.
Meskipun jaksa sempat mendalami pertanyaan apakah Harun disebut sebagai ‘kader terbaik’, Hasto menampiknya. Ia menjelaskan bahwa tidak ada istilah ‘kader terbaik’ dalam putusan rapat pleno.
Putusan itu hanya menetapkan Harun sebagai penerima limpahan suara berdasarkan pertimbangan keahlian dan aspek historisnya.
Dalam persidangan, jaksa KPK juga menunjukkan bukti chat WhatsApp dari Harun Masiku kepada Hasto Kristiyanto yang dikirim pada 4 Desember 2019. Isi pesan tersebut menampilkan ucapan terima kasih Harun yang mendalam.
“Pak Sekjen. Salinan Putusan MA dan Asli Fatwah MA sy titip di mas Kusnadi. Terimakasih banyak kepada Bapak Sekjen dan Ibu Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri, Ibu Puan Maharani dan pak Prananda serta stafnya mas Dony dan mas Sayful, Pak Djan Faridz dan pak Yasona Laoly serta semua teman teman kita sobat yg baik hati atas perhatian dan bantuannya kpd sy. Budi baiknya semua tak terlupakan sepanjang masa selama hajat dikandung badan. Praise to the Lord of Jesus Christ our Almighty God,” bunyi pesan tersebut. HUM/GIT