JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menyambut baik langkah Mahkamah Agung (MA) yang melakukan rotasi besar-besaran terhadap 199 hakim di berbagai pengadilan di Indonesia.
Namun, ia menegaskan bahwa mutasi ini harus dibarengi dengan peningkatan integritas para hakim dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Adies, rotasi ini seharusnya menjadi pembelajaran sekaligus peringatan bagi para hakim agar tidak tergoda melakukan praktik transaksional dalam memutus perkara.
Ia juga menyoroti pentingnya transparansi, tak hanya dalam pelaporan harta kekayaan (LHKPN), tetapi juga dalam rekam jejak keluarga para hakim.
“Langkah cepat, cermat, dan cerdas ini harus disertai dengan transparansi yang lebih luas. Setiap hakim yang dipromosikan, terutama yang ditugaskan di Jakarta, wajib menyerahkan LHKPN, riwayat keluarga, serta bukti rekening koran pribadi,” ujar Adies dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 23 April 2025.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung melakukan rotasi besar terhadap hakim dan pimpinan pengadilan negeri di berbagai wilayah, termasuk Jakarta. Rotasi ini merupakan respons terhadap penangkapan tujuh hakim dalam kasus korupsi sejak Januari 2025.
Keputusan mutasi diambil dalam rapat pimpinan (rapim) MA yang digelar pada Selasa (22/4/2025). Sebanyak 199 hakim dimutasi, meliputi hakim yustisial MA, ketua pengadilan negeri, hingga hakim biasa.
Di Pengadilan Negeri Jakarta saja, total ada 60 hakim yang terkena rotasi: 11 dari PN Jakarta Pusat, 11 dari Jakarta Barat, 12 dari Jakarta Selatan, 14 dari Jakarta Timur, dan 12 dari Jakarta Utara.
Para hakim tersebut akan dipindahkan ke berbagai wilayah seperti Bandung, Surabaya, Tangerang, Bekasi, hingga Sulawesi Tenggara.
Juru bicara MA, Yanto, membenarkan adanya rotasi besar ini. “Rotasi ini memang sebagai bentuk penyegaran. Jika seorang hakim terlalu lama berada di satu tempat, itu juga tidak baik,” ujar Yanto saat dikonfirmasi pada Rabu, 23 April 2025.
Rapat pimpinan tersebut dihadiri oleh Ketua MA Sunarto, sejumlah wakil ketua, Dirjen, dan Kepala Badan Pengawasan (Kabawas) MA.
Perombakan ini menyusul pengungkapan kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung, yang menetapkan empat hakim sebagai tersangka suap senilai Rp60 miliar dalam perkara korupsi CPO. Mereka adalah Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharuddin.
Dengan tertangkapnya empat hakim tersebut, jumlah hakim yang tersandung kasus sejak awal 2025 menjadi tujuh orang.
Tiga hakim lainnya adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, yang diduga menerima suap sebesar Rp4,67 miliar dari Meirizka Widjaja, ibu terdakwa kasus pembunuhan Ronald Tannur.
Jika ditarik ke belakang, jumlah hakim yang terlibat korupsi lebih besar lagi. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat setidaknya 26 hakim terlibat kasus suap dan gratifikasi dari tahun 2011 hingga 2023.
Kasus tersebut melibatkan berbagai lembaga peradilan mulai dari pengadilan negeri, tipikor, PTUN, hingga Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Salah satu yang paling menonjol adalah mantan hakim MA, Gazalba Saleh, yang menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp65 miliar dalam dua kasus berbeda pada 2022 dan 2023. HUM/BAD