JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango mengatakan masih terdapat pejabat yang asal-asalan mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Bahkan harga mobil yang seharusnya ratusan juta rupiah dilaporkan jadi cuma Rp 6 juta.
“Pengisian LHKPN kadang lebih banyak amburadul-nya gitu pak, ada Fortuner diisi harganya Rp 6 juta. Kita nanya ke dia gitu kan, di mana dapat Fortuner Rp 6 juta, kita ingin beli juga 10 gitu. Itu kondisi yang ada,” kata Nawawi Pomolango dikutip dari siaran langsung Mahkamah Agung, Selasa 10 Desember 2024.
Nawawi mengimbau agar para pejabat melaporkan LHKPN dengan baik. Menurutnya LHKPN adalah bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Dia menyebut jika LHKPN terendus tidak benar, KPK langsung melakukan survei kepada pelapor LHKPN.
“Saya pernah meminta Direktorat LHKPN itu khusus coba Mahkamah Agung yang anda anggap sedikit kontroversial di dalam pengisiannya, itu lebih dari seperdua pimpinan Mahkamah Agung yang disinyalir memang pengisiannya itu tidak didasarkan pada fakta yang sebenarnya,” kata Nawawi.
“Pada pelaporan yang agak janggal justru itu kemudian menimbulkan pada KPK untuk menindaklanjuti dengan observasi pada lapangan, ada beberapa subjek lapor LHKPN kami datangi, kami lakukan survei, meskipun di dalam media sosial tidak dimunculkan, tetapi KPK bekerja untuk itu,” jelas dia.
LHKPN juga menjadi bentuk instrumen pencegahan korupsi. Belakangan juga banyak pejabat korupsi, namun setelah ditelusuri melenceng harta kekayaannya.
“Hanya saja ada yang kita sebutkan tadi, kita minta perhatian dari pemerintah, bahwa ternyata pengisiannya itu lebih banyak abal-abalnya daripada benarnya. Fakta pengisian itu tidak benar lebih banyak, kita ada tiga case yang kita ajukan lahir dari soal LHKPN ini, kebetulan ada flexing, dan lain sebagainya, kita lakukan pemeriksaan, ada kasus Rafael Alun, ada kasus Eko Darmanto, satu lagi saya tidak terlalu ingat itu. LHKPN kita sudah bisa lihat di situ,” kata Nawawi.
LHKPN mencantumkan berbagai harta milik pelapor. Khusus isi garasinya masuk dalam daftar alat transportasi dan mesin.
Namun Namawi menyebut banyak ditemukan LHKPN yang terindikasi penerimaan suap dan gratifikasi.
“Kebenaran isi laporan masih memprihatinkan. Pemeriksaan LHKPN masih menemukan indikasi penerimaan suap dan gratifikasi,” tutur Nawawi pada perayaan hari Korupsi Sedunia di Gedung Juang KPK, Jakarta, Senin 9 Desember 2024.
Nawawi mengatakan selama 5 tahun terakhir, KPK telah melakukan penindakan sebanyak 597 perkara. Kasus korupsi itu terjadi di sejumlah sektor. Kasus korupsi itu dari sektor hukum, infrastruktur, perizinan, SDA, pendidikan hingga kesehatan.
“Pada upaya penindakan tindak pidana korupsi sejak tahun 2020-2024 ini atau 5 tahun terakhir, KPK telah menangani 597 perkara,” kata Nawawi. HUM/GIT