JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Istana menyinggung Megawati Soekarnoputri hingga Mahfud Md saat memberikan pembelaan kepada Kaesang Pangarep terkait dugaan gratifikasi jet pribadi. Pihak Megawati dan Mahfud pun bersuara.
Awalnya, Kepala Presidential Communication Officer (PCO) Hasan Nasbi memberikan pembelaan kepada Ketum PSI sekaligus putra bungsu Presiden Joko Widodo itu perihal dugaan gratifikasi jet pribadi. Hasan Nasbi menyinggung tokoh lain yang juga kerap menggunakan jet pribadi, dari Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri hingga Mantan Menko Polhukam Mahfud Md.
“Yang disorotkan pertama kali soal gaya hidup yang konteks ini konteks private jet ini kan yang disorot soal gaya hidup kemudian dikaitkan dengan bahwa Mas Kaesang adalah anaknya presiden. Saya ingin ngasih statement pertama bahwa Mas Kaesang ini bukan pejabat publik dan dia sudah dewasa, dia sudah punya hidup sendiri, sudah punya bisnis sendiri dan dia bukan pejabat publik, dalam tema yang sama kira-kira banyak pejabat publik yang juga menggunakan private jet, saya nggak tahu kapan terakhir misalnya kapan terakhir misalnya Ibu Megawati menggunakan pesawat komersil,” kata Hasan Nasbi dalam cuplikan video yang diunggah di akun Instagramnya, Rabu 18 September 2024.
Megawati, kata Hasan, kerap menggunakan jet pribadi kala berkunjung ke dalam ataupun luar negeri. Megawati posisinya sebagai ibu dari Puan Maharani, yang merupakan pejabat publik, baik saat menjadi Menko PMK maupun Ketua DPR.
“Karena dari media-media yang kita baca misalnya dari tayangan-tayangan bahkan video-video yang kita lihat ibu mega kerap kali menggunakan privat jet ya di dalam negeri maupun luar negeri. Nah terus orang bilang Ibu Mega bukan pejabat publik, Kaesang juga bukan pejabat publik, Kaesang kan anak presiden tapi Ibu Mega kan kalau misalnya di atas 5 tahun yang lalu ibunya Menko PMK, ya kan, kalau 5 tahun terakhir ibunya ketua DPR kira-kira posisinya relatif mirip-miriplah,” ucapnya.
Hasan juga menyinggung mantan cawapres Mahfud Md yang bahkan mengakui sendiri menggunakan jet pribadi milik Jusuf Kalla. Hasan mempertanyakan kenapa tokoh-tokoh tersebut tidak dibikin heboh saat naik jet pribadi.
“Atau bahkan ada misalnya pejabat publik yang di masa dia menjabat naik private jet, Pak Mahfud misalnya, dan beliau mengakui sendiri beliau sering naik private jet dan lebih sering naik private jet Pak Jusuf Kalla, atau misalnya kita bisa lihat yang lain-lain lah toko-tokoh publik yang masih menjabat bahkan, yang naik private jet tapi ketika itu nggak heboh,” ujarnya.
Hasan menilai kehebohan ketika Kaesang naik jet pribadi dipicu karena kebencian yang menumpuk sehingga dijadikan momentum untuk melempar kritik. Hasan lagi-lagi mempertanyakan adakah motif di balik hal tersebut. Ia menduga adanya kesengajaan menyudutkan Kaesang dan Presiden Joko Widodo.
“Makanya saya merasa ini kayak semacam trial by press terhadap Mas Kaesang karena soal kebencian tadi, kebencian yang mereka tumpuk-tumpuk kemudian ketemu ini kemudian diglorifikasi, tapi kalau mau fair termasuk juga teman-teman media kalau mau trial by press, untuk Mas Kaesang libatkan juga dong yang lain, biar fair masyarakat melihatnya, ini kalau kalau hanya untuk untuk Mas Kaesang, kemudian mereka heboh tapi untuk yang lain Ibu Mega, Pak Mahfud, Ibu Puan dan yang lain-lain mereka nggak ambil pusing mereka, tapi untuk Kaesang tiba-tiba mereka begitu antusias. Ada apa di situ,” ujarnya.
“Ini kan pertanyaan nih apakah sengaja melakukan trial by press atau trial by netizen untuk menyudutkan Mas Kaesang atau menyudutkan Pak Jokowi kalau urusan hukumnya serahkan saja kepada penegak Pak, ini sama-sama nih statusnya ada orang bahkan ada orang yang sedang jadi pejabat publik kemudian naik private jet,” lanjut Hasan.
Hasan lalu mengungkit Mahfud Md yang tidak sekali pun dikritik para tokoh antikorupsi. Menurutnya, sikap para tokoh antikorupsi justru membelok-belokkan saat bicara soal dugaan gratifikasi Mahfud, dibanding dengan Kaesang yang tutup poin.
“Bahkan khusus untuk Pak Mahfud itu para pendekar antikorupsi meliuk-liuk jawabannya enggak ada yang lurus jawabannya satu pun, ya oke ini gratifikasi tapi ini apakah gratifikasi yang terlarang, katanya, loh kok tiba-tiba kalau untuk Pak Mahfud kemudian meliuk-liuk seperti itu, tapi kalau untuk Mas Kaesang straight to the point,” ucapnya.
Kaesang Pangarep sendiri telah mendatangi gedung Dewas KPK untuk mengklarifikasi soal fasilitas jet pribadi yang digunakan bersama istrinya, Erina Gudono. Kaesang mengaku menumpang jet pribadi temannya menuju Amerika Serikat.
PDI-P Jawab Istana soal Mega Naik Jet Pribadi: Itu Perjalanan Kebangsaan
Ketua DPP PDI-P Said Abdullah menanggapi Hasan Nasbi. Said mengatakan jika yang dilakukan Megawati merupakan perjalanan kebangsaan.
“Kalau soal jet pribadi kan Kaesang sudah menjelaskan ke KPK,” ujar Said di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis 19 September 2024.
“Respons istana bahwa Ibu Mega dan sebagainya, ya biasa saja. Itu kan lagi perjalanan kebangsaan, kita kan tidak substansial. Sahut-bersahutan itu yang tidak produktif untuk apa juga,” sambungnya.
Respons Mahfud
Mahfud Md merespons Hasan Nasbi yang menyinggung soal menggunakan jet pribadi milik Jusuf Kalla (JK). Mahfud mengatakan naik jet pribadi merupakan undangan dari JK.
“Saya sudah mengklarifikasi bahwa itu hubungan keperdataan, diundang ceramah dijemput dan diantar dengan transport. Seperti saya mengajar di kampus mendapat honor dan transport saat menjadi pejabat. Bahkan saya lah yang menurut saya paling rajin melapor gratifikasi,” ujar Mahfud kepada wartawan, Rabu 18 September 2024.
Mahfud kemudian mengirimkan video soal penjelasannya terkait naik jet pribadi milik JK. Video itu diunggah di akun YouTube Mahfud MD Official. Dalam video itu, Mahfud menerangkan naik jet pribadi ke Makassar untuk mengisi khotbah di Masjid Al-Markaz Al-Islami.
“Naik private jet-nya Pak JK, saya itu diundang oleh Takmir Masjid Al-Markaz untuk khotbah di sana, saya sering khotbah di sana, tapi suatu kali khotbah saya diajak berangkat oleh Pak JK, ‘Tidak perlu beli tiket, tidak perlu dikirimi tiket, saya mau ke sana, yuk satu pesawat’. ‘Kok ikut Pak JK gratifikasi apa ndak?’. Pak JK itu kan ketua dewan pembina takmir masjid, dia undang saya, lalu ngajak saya ‘Ayok saya jemput’, ndak ada honor, terus gimana caranya orang undang, terus saya datang, lalu dibilang gratifikasi,” kata Mahfud dalam video yang diunggah.
“Lalu dia bilang kalau bukan Ketua MK siapa yang mengundang, saya khotbah jauh sebelum jadi Ketua MK, sampai sekarang saya menjadi khotib di Masjid Istiqlal, punya jadwal rutin. Ada honornya besar, khotbah itu terkoordinasi dengan baik, kalau Al-Markaz uangnya gede, tapi saya tak pernah mau terima uang, tapi kalau dijemput iya dong, kan ini urusan saya,” sambungnya.
Mahfud kemudian cerita soal honor yang dia dapat dari mengisi khotbah di Istiqlal. Dia mengaku mengambil honor tersebut, tapi kemudian dimasukkan ke kotak amal masjid.
“Itu disaksikan oleh banyak orang. Tapi saya terima ini milik saya, apa ndak boleh begitu? Itu hubungan keperdataan. Terus saya memberi kuliah umum di kampus, rektor kasih tiket, karena ilmu saya, bukan sebagai Menko, saya nguji S3 di kampus, saya dateng dikasih honor, ndak boleh, sama begitu. Yang gratifikasi itu orang memberi ndak jelas maksudnya, itulah gratifikasi,” ucap Mahfud.
Mahfud lalu mengirim video lain yang berisi laporannya soal gratifikasi ke KPK. Mahfud mengaku rajin melaporkan gratifikasi ke KPK.
“Saya pernah dapat honor hadiah hari raya, paling tidak saya ingat itu ya, hadiah hari raya dari Pak Sutiyoso, waktu itu Pak Sutiyoso Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia, THR dari asosiasi, ‘Kenapa THR?’ ‘Karena bapak menjadi narasumber’, ‘Kan sudah dibayar’, ‘Ndak Pak, saya serahkan ke KPK,” kata Mahfud.
“Saya kira, saya orang pertama yang menyerahkan honor ke KPK, karena setelah menyerahkan, pimpinan KPK bilang, ‘Kalau pejabat ini nggak ada yang sadar ya melaporkan gratifikasi’. Berarti saya, saya merasa orang pertama yang paling sadar soal gratifikasi,” lanjut dia.
Mahfud juga menceritakan soal pemberian selama menjadi Ketua MK. Dia mengatakan pernah mengembalikan pemberian uang puluhan juta dan tropi setelah menerima penghargaan dari kantor media massa.
Lalu dia juga pernah menyerahkan ke KPK pemberian kurma dari Arab Saudi. Termasuk pemberian tas mewah sebagai oleh-oleh dari stafnya yang baru pulang dari Prancis.
“Kembalikan ke KPK, diambil KPK, KPK menilainya harganya Rp 17 juta,” Mahfud. HUM/GIT