JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, menghadapi sorotan tajam dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) setelah meminta pembebasan dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Rafael Alun diklaim telah berjasa untuk negara, namun MAKI menilai sebaliknya.
Menurut Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Rafael Alun seharusnya tidak merasa berjasa karena tugasnya hanyalah menjalankan kewajiban sebagai pejabat pajak.
Boyamin menegaskan bahwa Rafael Alun, yang diduga terlibat dalam korupsi, seharusnya dihukum lebih berat karena dianggap mengkhianati tugas dan wewenangnya.
Boyamin mengkritik pernyataan Rafael Alun yang mengklaim berjasa seperti pahlawan, menyatakan bahwa kehilangan nyawa saat menagih pajak baru bisa dianggap berjasa. Sementara itu, Rafael Alun dianggap hanya menjalankan tugasnya dalam jam kerja.
Pendapat Boyamin lebih lanjut menyatakan bahwa tindakan Rafael Alun yang diduga terlibat dalam korupsi terkait dengan penerimaan pajak merupakan bentuk pengkhianatan terhadap tugasnya.
Dia menilai bahwa pembelaan Rafael Alun tidak beralasan dan menegaskan bahwa hukuman yang pantas adalah hukuman berat.
Rafael Alun sendiri, melalui kuasa hukumnya, memohon pembebasan dari seluruh tuntutan jaksa. Junaedi Saibih, kuasa hukum Rafael Alun, menyatakan bahwa kliennya tidak bersalah dan meminta pengembalian aset yang disita, termasuk harta waris ibunya.
Kasus ini semakin kontroversial dengan pernyataan Rafael Alun yang mengklaim berjasa untuk negara, sementara MAKI dan pihak berwenang menilai bahwa tindakan yang dilakukan merupakan pengkhianatan terhadap tugas dan wewenangnya.
Sidang lanjutan di PN Tipikor Jakarta akan menjadi panggung untuk menentukan nasib Rafael Alun dalam kasus ini. CAK/RAZ