JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan fakta baru dalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024.
Lembaga antirasuah mengungkap bahwa agen perjalanan haji khusus terancam tidak mendapat jatah kuota apabila tidak menyetor sejumlah uang ke oknum di Kementerian Agama (Kemenag).
“Kuotanya dari Kementerian Agama. Jadi itulah tindakan kesewenang-wenangan, kadang meminta sesuatu di luar. Kalau tidak diberikan, ya nanti kuotanya bisa nggak kebagian,” tegas Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Rabu 10 September 2025.
Kasus ini bermula dari tambahan 20 ribu kuota haji yang diberikan Arab Saudi kepada Indonesia pada 2024, hasil lobi Presiden Joko Widodo. Seharusnya tambahan itu diprioritaskan untuk jemaah reguler demi memotong masa tunggu yang bisa mencapai 20 tahun.
Namun, kebijakan era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas justru membagi rata tambahan kuota tersebut: 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus. Akibatnya, menurut KPK, sekitar 8.400 calon jemaah reguler yang sudah antre lebih dari 14 tahun gagal berangkat tahun itu.
Lebih parah lagi, jemaah haji khusus ditawari bisa langsung berangkat di tahun yang sama jika bersedia membayar lebih mahal. Harga kursi haji melonjak drastis hingga Rp 300–400 juta per orang.
“Tambahan kuota itu disalahgunakan. Calon jemaah ditawari berangkat segera asal membayar lebih tinggi,” jelas Asep.
KPK menduga adanya praktik jual beli kuota dengan tarif USD 2.600–7.000 (Rp 42–113 juta) per jemaah yang mengalir ke oknum pejabat Kemenag secara berjenjang. Setiap tingkatan, mulai dari staf hingga pejabat tinggi, disebut mendapat bagian.
“Dari travel ke oknum-oknum Kemenag, melalui staf, kerabat, hingga pejabat. Masing-masing mendapat bagiannya sendiri,” beber Asep.
Akibat penyimpangan ini, negara kehilangan potensi keuntungan yang seharusnya dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk subsidi biaya haji reguler. KPK memperkirakan kerugian awal negara mencapai Rp 1 triliun.
Sejauh ini, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri: mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan bos travel haji Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Selain itu, KPK juga menyita dua rumah di Jakarta Selatan senilai Rp 2,6 miliar yang diduga dibeli dari hasil fee kuota haji.
KPK menduga pembagian kuota tambahan dengan pola 50:50 antara haji reguler dan khusus sudah dirancang sejak awal melalui komunikasi antara asosiasi penyelenggara haji dan oknum pejabat Kemenag.
“Sejak awal ada niat jahat. Pembagian 50 persen reguler, 50 persen khusus, itu hasil komunikasi para pihak. Jelas menyimpang dari Undang-Undang,” pungkas Asep. HUM/GIT