JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) yang dijuluki ‘makelar perkara’, Zarof Ricar, akhirnya divonis 16 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu 18 Juni 2025. Vonis berat ini dijatuhkan setelah ia terbukti menimbun harta fantastis mencapai lebih dari Rp 1 triliun, jauh melebihi laporan kekayaannya kepada KPK.
Zarof, yang sebelumnya berdalih “lalai” saat membacakan pleidoinya pada 10 Juni 2025, mengungkapkan penyesalannya akan menghabiskan masa pensiun di balik jeruji besi.
“Saya amat menyesal di umur saya yang sudah 63 tahun dan pada masa pensiun, serta di saat saya berikhtiar untuk menghabiskan banyak waktu bersama keluarga, saat ini saya malah berada di sini karena kelalaian saya,” ucapnya kala itu.
Kasus ini bermula dari putusan bebas kontroversial Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap Gregorius Ronald Tannur atas dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti.
Kecurigaan jaksa terhadap adanya transaksi haram di balik vonis tersebut membawa pada pengungkapan praktik kotor yang melibatkan para hakim, pengacara, hingga ibu Ronald Tannur. Di sinilah nama Zarof Ricar mencuat sebagai makelar perkara yang diduga mengatur putusan tersebut.
Zarof Ricar bukanlah sosok sembarangan. Ia adalah mantan pejabat eselon I dan II di MA, dengan riwayat jabatan mentereng seperti Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Ditjen Badan Peradilan Umum (2006-2014), Sekretaris Ditjen Badan Peradilan Umum (2014-2017), hingga Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA (2017-2022) sebelum akhirnya pensiun.
Julukan “makelar kasus” kian melekat padanya setelah ia ditangkap Kejagung di Jimbaran, Bali, pada Oktober 2024. Penangkapan ini membuka kotak pandora yang lebih besar.
Jaksa kemudian menggeledah rumah Zarof dan menemukan hal yang sangat mengejutkan uang tunai senilai Rp 920 miliar dan emas batangan seberat 51 kg! Jika dikonversi dengan harga emas saat itu (Rp 1.692.000 per gram), total harta yang ditemukan mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
“Anak buah kami mau pingsan menemukan uang sebanyak itu tergeletak di lantai saat itu,” ungkap Jampidsus Febrie Adriansyah saat rapat dengan Komisi III DPR pada 20 Mei 2025, menggambarkan betapa luar biasanya temuan tersebut.
Ironisnya, dengan harta sebanyak itu, Zarof Ricar nyaris tidak pernah melaporkan kekayaannya ke KPK. Dalam persidangan Maret 2025, ia hanya mengaku menerima gratifikasi satu kali, berupa karangan bunga senilai Rp 35,5 juta saat pernikahan putranya.
Selama periode 2012-2022, tidak ada laporan penerimaan gratifikasi lainnya, padahal triliunan rupiah tersimpan di rumahnya.
Zarof Ricar akhirnya divonis 16 tahun penjara. Ketua majelis hakim Rosihan Juhriah Rangkuti, bahkan terisak saat membacakan amar putusan.
“Perbuatan terdakwa mencederai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya,” ucap hakim dengan suara bergetar.
Hakim juga menekankan sifat serakah Zarof. “Perbuatan Terdakwa menunjukkan sifat serakah karena di masa purna bakti masih melakukan tindak pidana, padahal telah memiliki banyak harta benda,” tambahnya, menegaskan bahwa perbuatan Zarof tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Selain pidana penjara, Zarof juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan. Vonis ini sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya, yaitu 20 tahun penjara dengan denda yang sama.
Pertimbangan meringankan meliputi penyesalan terdakwa dan fakta bahwa ia belum pernah dihukum sebelumnya, serta memiliki tanggungan keluarga.
Harta Rp 1 Triliun Dirampas Negara, Dana Suap untuk Film Sang Pengadil
Dalam persidangan terungkap fakta mengejutkan lainnya. Zarof Ricar ternyata tidak menyerahkan uang Rp 5 miliar yang diterimanya dari pengacara Lisa Rachmat (yang sebelumnya juga divonis terkait kasus ini) untuk pengurusan kasasi perkara Ronald Tannur. Uang tersebut seharusnya diberikan kepada Hakim Agung Soesilo untuk memengaruhi putusan.
Namun, Hakim Agung Soesilo justru menyatakan dissenting opinion dan putusan kasasi Ronald Tannur dibatalkan, dengan vonis 5 tahun penjara. Uang Rp 5 miliar itu, menurut hakim, malah digunakan Zarof Ricar untuk membiayai produksi film berjudul “Sang Pengadil”, sebuah ironi pahit mengingat perannya sebagai makelar kasus.
Yang paling signifikan, majelis hakim menyatakan bahwa Zarof Ricar gagal membuktikan asal usul uang tunai Rp 915 miliar dan emas 51 kg yang ditemukan di rumahnya.
Dengan demikian, seluruh harta tersebut dinyatakan sebagai hasil tindak pidana korupsi dan dirampas untuk negara. Putusan ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi para pejabat yang mencoba memperkaya diri melalui praktik korupsi dan mencoreng nama baik lembaga peradilan. HUM/GIT