JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengungkapkan bahwa semua menteri juga melakukan hal yang sama terkait pembiayaan keperluan keluarga oleh kementerian. Pernyataan ini disampaikan saat SYL menjawab pertanyaan hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2024.
Hakim awalnya bertanya apakah SYL tahu bahwa keperluan keluarganya juga dibayari oleh Kementerian Pertanian (Kementan). SYL menjawab bahwa staf-stafnya yang menawarkan dan mendorong keluarganya untuk menggunakan fasilitas tersebut, dan ia baru tahu dalam persidangan bahwa pembayaran tersebut merupakan bagian dari fasilitas menteri dan keluarganya.
“Kalau diperhatikan dari bukti-bukti dari rincian-rincian tentang anggaran untuk menteri, operasional menteri memang bisa dilakukan, tetapi ada hal-hal yang, ada untuk keluarga segala macam, itu. Itu yang seharusnya, saudara tahu tidak itu seharusnya tidak dibayarkan atau bagaimana?” tanya hakim.
“Setelah di persidangan ini saya berpikir, mereka, staf-staf itu yang menawar-nawarkan yang mendorong-dorong untuk pakai tiket, anu, ‘Nanti nak saya yang bayarkan’ itu, itu sudah masuk dalam fasilitasi menteri dan keluarga, itu disampaikan sama keluarga,” jawab SYL.
SYL mengklaim bahwa keluarganya diberi tahu kalau pembayaran dari Kementan merupakan bagian dari fasilitas menteri. Dia juga menyatakan bahwa semua menteri melakukan hal yang sama mengenai pembayaran keperluan keluarga oleh lembaga.
“Saya pernah cerita memang disampaikan seperti itu kepada saya, bahwa uang perjalanan saya itu cukup banyak oleh karena itu sepanjang saya jalan dan hadir keluarga boleh saja dalam rombongan itu, semua menteri melakukan hal yang sama semua pejabat melakukan,” jelas SYL.
Hakim terus mencecar SYL soal keperluan keluarganya yang dibayari oleh Kementan, namun SYL berdalih bahwa keluarganya didorong oleh bawahannya untuk menerima pembayaran itu.
Hakim juga bertanya kenapa SYL tidak melarang keluarganya menerima pembayaran dari Kementan. SYL mengaku memahami bahwa pembayaran tiket dan makan keluarganya masuk anggaran menteri saat dilakukan bersamanya.
“Sekarang ini baru tahu bahwa itu tidak masuk di dalam, katanya sudah dipertanggungjawabkan. Izin Yang Mulia, pada saat, mereka rata-rata ikut sama saya setelah ke Makassar, biasanya kami berangkat ke Makassar, saya ajak ‘kita ikut ke Makassar’ karena ibu saya sudah uzur Yang Mulia, saya selalu bawa-bawa anak-anak juga ke sana, jadi, pada saat kita mau berangkat di tertinggal dalam rombongan karena dia bangunnya atau apalah persiapan, nanti jam 9 sementara saya selalu berangkat subuh,” jawab SYL.
“Oleh karena itu, tiket dan lain-lain ‘kau tinggal ambil aja tiket’ tiketnya itu masuk rombongan menteri. Jadi menurut saya Yang Mulia, Izin Yang Mulia, mungkin saya salah, mungkin saya salah, mungkin saya salah Yang Mulia, tetapi sepanjang ada menteri di situ makan dan lain-lain itu melekat protokoler dan melekat anggaran menteri 24 jam Yang Mulia, itu yang saya pahami sebagai birokrat. Dan selama ini seperti, dia enggak boleh dibayari kalau saya tidak ada bapak, jadi ada alasannya kalau saya ada untuk mereka ikut mereka ikut makan di situ. Kan itulah yang saya dapat selama ini, saya enggak biasa dengan macam-macam, disogok-sogok, saya enggak biasa. Yang ada fasilitasi keluarga yang kecil-kecil itu, dan ini normatif sekali Yang Mulia,” lanjut SYL.
Dalam kasus ini, SYL didakwa menerima gratifikasi dan memeras anak buah dengan total mencapai Rp 44,5 miliar. SYL didakwa melakukan perbuatan itu bersama Sekjen Kementan nonaktif, Kasdi, dan mantan Direktur Kementan, Hatta. Namun, ketiganya diadili dalam berkas terpisah.
Para saksi yang dihadirkan mengaku diminta mengumpulkan uang untuk berbagai kebutuhan SYL dan keluarganya, mulai dari membayar cicilan kartu kredit, cicilan mobil, renovasi kamar, beli sound system, perjalanan umrah, perjalanan ke Brasil dan Amerika Serikat, membeli hewan kurban, hingga skincare anak dan cucu. HUM/GIT