JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Dewan Pengawas (Dewas) KPK memutuskan untuk menjatuhkan sanksi etik terberat kepada Ketua nonaktif KPK, Firli Bahuri, Rabu, 27 Desember 2023.
Firli dinyatakan bersalah atas pelanggaran etik berat, khususnya terkait pertemuannya dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang saat ini menjadi tersangka dugaan korupsi yang ditangani KPK.
Dalam pembacaan putusan etik di kantor Dewas KPK Jakarta, Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan bahwa Firli Bahuri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik. Dewas KPK mengeluarkan sanksi berat berupa permintaan pengunduran diri dari jabatan pimpinan KPK.
Fakta-fakta yang mendukung sanksi tersebut melibatkan pertemuan Firli dengan SYL di GOR bulu tangkis Mangga Besar pada 2 Maret 2022.
Firli diketahui telah berkomunikasi dan mengatur pertemuan tersebut dengan SYL dan Irwan Anwar pada 23 Mei 2021.
Dewas juga mengungkap bahwa Firli masih berkomunikasi dengan SYL pada September 2023 setelah kasus suap dengan SYL naik ke penyidikan. Firli tidak memberi tahu semua pertemuan dan komunikasinya dengan SYL kepada pimpinan KPK lain. Firli baru memberi tahu soal pertemuan di lapangan bulu tangkis usai fotonya viral.
Terperiksa mempunyai kesempatan menolak atau tidak berkomunikasi dengan tidak menanggapi pesan Syahrul Yasin Limpo, namun terperiksa tidak melakukan hal itu. Bahkan terperiksa beberapa kali aktif menghubungi saksi Syahrul Yasin Limpo,” ucapnya.
Dewas mengatakan Firli terbukti melakukan hubungan dengan SYL yang merupakan pihak yang perkaranya ditangani oleh KPK.
“Terbukti sah melakukan hubungan langsung atau tidak langsung dengan saksi Syahrul Yasin Limpo yang perkaranya sedang ditangani KPK,” sambungnya.
Selain itu, Dewas memaparkan soal penyewaan rumah oleh Firli di Jalan Kertanegara senilai Rp 645 juta per tahun. Firli mengaku sudah menyewa rumah itu selama 3 tahun dan tidak memasukkan rumah itu ke LHKPN karena bukan aset miliknya.
Dewas tak sependapat dengan Firli dan menyatakan bahwa pengeluaran untuk pembayaran sewa itu dilaporkan dalam LHKPN.
Dewas juga mengungkap bahwa Firli dan keluarganya telah beberapa kali menempati rumah di Kertanegara itu saat masih berstatus disewa oleh Alex Tirta.
Firli juga meminta agar Alex Tirta memasang internet sebelum dirinya resmi menyewa rumah itu, yang dianggap tidak pantas oleh Dewas.
Dewas menjelaskan soal uang asing senilai Rp 7,5 miliar yang tidak masuk ke LHKPN. Firli beralasan uang itu bukan gratifikasi dan diterima jauh sebelum menjadi Ketua KPK.
Firli mengaku mendapatkan uang tersebut saat melaksanakan tugas ke luar negeri ketika bertugas di Polri. Dewas menyatakan bahwa Firli seharusnya melaporkan penukaran uang asing ke rupiah tersebut dalam LHKPN, tepatnya di bagian kas.
Dewas juga menyebut bahwa Firli tidak melaporkan harta kekayaan atas nama istrinya, seperti apartemen dan beberapa bidang tanah, ke dalam LHKPN.
Firli dianggap telah mengisi LHKPN secara tidak jujur, padahal selalu meminta data kepatuhan LHKPN pejabat di daerah sebelum berangkat untuk perjalanan dinas.
Berikut daftar harta Firli yang tak dilaporkan ke LHKPN:
- Essence Dharmawangsa Apartment Unit ET2-2503 pada bulan April 2020.
- Sebidang tanah di Kelurahan Jakasetia, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, dengan luas 306 m2 berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 437/2021 tanggal 20 Juni 2021.
- Sebidang tanah di Desa Claret, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi, dengan luas 2.727 m2 melalui Akta Jual Beli Nomor 359/2021 tanggal 01 Desember 2021.
- Sebidang tanah di Desa Bojongkoneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, dengan luas 2.052 m2, berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 192/2022 tanggal 17 Oktober 2022.
- Sebidang tanah Sertifikat Hak Milik No. 2198 di Sukabangun-Palembang dengan luas 520 m2 tahun 2021.
- Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik No. 2186 di Sukabangun-Palembang dengan luas 1477 m2 tahun 2021.
- Sebidang tanah Sertifikat Hak Milik 2366 di Desa Sinduharjo-Sleman dengan luas 532 m2 berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 03/2022 tanggal 24 Februari 2022.
Dewas menyatakan bahwa Firli telah melanggar beberapa pasal, termasuk Pasal 16 angka 1 a Peraturan Dewan Pengawas nomor 3 tahun 2021 yang menyinggung pelanggaran terhadap nilai integritas.
Firli dianggap melanggar aturan karena terbukti melakukan hubungan dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK.
Dengan dikeluarkannya sanksi etik terberat ini, Firli Bahuri diharapkan untuk mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Ketua KPK.
Pihak Dewas KPK menegaskan bahwa hal ini adalah langkah tegas dalam menegakkan etika dan integritas di lembaga anti-korupsi. CAK/RAZ