SURABAYA, Memoindonesia.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak telah melakukan penahanan terhadap MH, Kepala Cabang PT Perikanan Nusantara (Perinus) Surabaya berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-05/M.5.43/Fd.1/10/2023, tertanggal 12 Oktober 2023.
MH ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print- /M.5.43/Fd.1/10/2023, tertanggal 12 Oktober 2023, atas dugaan tindak pidana korupsi.
Yakni menyangkut dalam kerja sama pembelian dan penjualan Ikan Tenggiri Steak antara PT Perikanan Nusantara Persero Cabang Surabaya (BUMN) dengan PT Ikan Laut Indonesia (Swasta) pada tahun 2018.
Menurut Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak, Jemmy Sandra, penahanan ini dilakukan untuk mempermudah penyidikan selama 20 hari.
“Tersangka MH ditahan di rutan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terkait perkara hasil dari pengembangan dua terpidana yakni Sugianto dan Arifan yang telah inkrah sebelumnya,” kata Jemmy saat konferensi pers di kantor Kejari Tanjung Perak, Kamis, 12 Oktober 2023.
Dalam kerja sama antara PT Perinus dan PT Ikan Laut Indonesia (ILI) untuk jual beli Ikan Tenggiri Steak, PT ILI yang tidak melakukan survei langsung menyetujui permohonan tersebut.
Setelah persetujuan dan pengikatan kerjasama, PT Perinus melakukan pencairan tahap pertama sebesar Rp 446.997.600. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk pembelian ikan dengan jumlah 10.100 Kg, namun tidak digunakan seperti yang seharusnya.
Selanjutnya, pihak PT Perinus dengan sengaja membuat berita acara seolah-olah telah ada ikan hasil pembelian uang dari PT Perinus, padahal kenyataannya tidak ada ikan, dan PT Perinus kembali melakukan pencairan tahap kedua sebesar Rp 191.570.400,-.
“Akibat perbuatan tersangka MH, PT Perinus mengalami kerugian sebesar Rp. 567.568.000,” kata Jemmy.
Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak, Ananto Tri Sudibyo, mengatakan bahwa peran tersangka MH membuat berita acara seolah-olah ikan itu ada, padahal pengadaannya fiktif.
“Akibat perbuatan tersangka ini, PT Perinus cabang Surabaya mengalami kerugian kurang lebih Rp 567 juta,” bebernya.
Ananto melanjutkan bahwa MH adalah tersangka terakhir terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi ini. MH adalah kepala cabang yang berwenang.
“Pada waktu itu, ia memiliki wewenang untuk memutuskan terkait pencairan dari PT ILI ini,” ungkapnya.
Ditetapkannya MH sebagai tersangka terjadi karena pertimbangan dari Majelis Hakim.
“Bahwa fakta dipersidangan menunjukkan peran aktif dari tersangka ini,” pungkasnya. (hum/cak)