SURABAYA, Memoindonesia.co.id – Aliansi Pengacara 98 mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memberikan kepastian hukum terkait gugatan uji materiil (judicial review) mengenai syarat Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang saat ini sedang disidang di MK.
Desakan terhadap MK terutama berkaitan dengan batas usia dan rekam jejak Capres dan Cawapres yang akan bertarung di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hal ini terkait dengan permohonan uji materiil terhadap Pasal 169 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“MK menyatakan akan mempertimbangkan dengan sangat serius. Kami sangat berharap bahwa laporan ini akan dilanjutkan ke persidangan agar ke depannya menjadi lebih baik,” ujar anggota Tim Aliansi 98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM, Edesman Andreti Siregar, SH seperti dikutip pada Rabu, 3 Oktober 2023.
Menurutnya, untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia dari Presiden dan Wakil Presiden yang berpotensi bertindak otoriter dan anti-demokrasi, diperlukan antisipasi yang seharusnya tercermin dalam persyaratan Capres dan Cawapres.
Edesmen menambahkan bahwa hal ini bertujuan untuk memastikan rakyat Indonesia mendapatkan pilihan Capres dan Cawapres yang produktif, sehat secara fisik dan mental, dan sehat secara jasmani dan rohani, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 6 ayat (1) UUD 1945.
“Kami melihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya Pasal 169 yang mengatur persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden, belum mencakup semua hal tersebut,” papar Edesmen, didampingi Firmansyah, SH, dan Sekjen Aliansi ’98, Anang Suindro, SH, MH di kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Edesmen berpendapat bahwa Pasal 169, yang mengatur persyaratan tersebut, seharusnya menjadi benteng pertahanan negara untuk melindungi rakyat Indonesia dari Capres dan Cawapres yang tidak produktif, baik dari segi usia, fisik, maupun rohani.
Selain itu, persyaratan ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi Capres dan Cawapres yang memiliki rekam jejak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, termasuk orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian dari peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan, serta tindak pidana berat lainnya.
Dua Tuntutan kepada Mahkamah Konstitusi (MK):
Dengan dasar di atas, Aliansi 98 Pengacara Pengawal Demokrasi & HAM meminta kepada Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang diamanatkan oleh Pasal 24C ayat (1) UUD untuk menguji undang-undang Pemilu terhadap Undang-Undang Dasar.
Pertama, meminta MK untuk memberikan kepastian hukum terkait batas maksimal usia Capres dan Cawapres pada Pasal 169 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
“Melalui Pemilu nantinya, rakyat Indonesia dapat memiliki presiden yang mempunyai kemampuan secara fisik, psikologis, dan moral yang stabil secara jasmani dan rohani, sehingga presiden terpilih merupakan sosok pemimpin yang produktif dalam menjalankan kinerjanya,” papar Edesmen.
“Untuk itu, batas usia maksimal Capres pada Pemilu 2024 harus ditetapkan dengan ketentuan paling tinggi 70 tahun pada proses Pemilihan Presiden sebagaimana batas usia pemimpin lembaga tinggi negara lainnya,” sambung dia.
Kedua, meminta MK memberikan kepastian hukum terkait syarat Capres dan Cawapres pada Pasal 169 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 agar tidak pernah memiliki rekam jejak pelanggaran HAM berat.
Selain itu, Capres dan Cawapres tidak boleh terlibat dan/atau menjadi bagian dari peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, tidak boleh terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak boleh terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang kontra demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya.
“Dengan demikian, rakyat Indonesia tidak akan mendapatkan pemimpin yang otoriter, bertangan besi, dan anti-demokrasi,” pungkas Edesmen. (hum/bad)