JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tri Artining Putri mengungkapkan alasannya ingin kembali bertugas di lembaga antirasuah itu.
Tri menilai pemecatan terhadap dirinya melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada 2021 merupakan tindakan yang tidak adil dan mencederai hak-haknya sebagai warga negara.
Tri Artining Putri menegaskan, keinginan untuk kembali ke KPK bukan semata-mata karena pekerjaan, melainkan upaya memulihkan nama baik dan menegakkan keadilan atas pemecatan yang dianggap sewenang-wenang.
“Kembali ke KPK mohon tidak dianggap semata-mata soal memperoleh pekerjaan kembali. Sejak awal pemecatan, yang kami perjuangkan bukan soal pekerjaan semata, tapi soal ketidakadilan dan hak-hak kami yang dicederai oleh negara. Prosesnya tidak transparan, dan sampai sekarang hasilnya pun tidak pernah dibuka,” ujar Tri kepada wartawan, Minggu 19 Oktober 2025.
Tri yang pernah menjabat sebagai Spesialis Hubungan Masyarakat Muda KPK periode 2017–2021 mengatakan, pemecatan yang dialaminya telah mencoreng nama baik dirinya dan rekan-rekan eks pegawai KPK lainnya.
“Kami dipecat secara sewenang-wenang dan diberi label tidak nasionalis, seolah kami bukan warga negara yang baik. Padahal standarnya saja tidak jelas,” katanya.
Lebih lanjut, Tri menyebut keinginan untuk kembali ke KPK merupakan bentuk rehabilitasi nama baik yang telah dirusak akibat keputusan TWK.
“Kembali ke KPK merupakan bentuk rehabilitasi nama baik kami yang diperlakukan secara sewenang-wenang oleh negara. Kami ingin mencabut label merah dan tidak nasionalis yang disematkan sejak tidak lolos TWK tahun 2021,” ujarnya.
Tri juga menilai, pemecatan tersebut bukan hanya soal hubungan kerja, tetapi mencerminkan pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi, pelanggaran HAM, dan pelanggaran hukum.
Sementara itu, Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menyebut pihaknya telah melayangkan gugatan ke Komisi Informasi Publik (KIP) agar hasil TWK dibuka secara transparan. Ia menegaskan seluruh eks pegawai satu suara dalam memperjuangkan hak mereka.
“Semua satu suara. Balik ke KPK sebagai bentuk pemulihan hak,” kata Lakso, Selasa 14 Oktober 2025.
Lakso menilai momentum ini penting bagi Presiden Prabowo Subianto untuk menunjukkan komitmennya terhadap penguatan lembaga antikorupsi.
“Ini merupakan momentum baik bagi Presiden Prabowo untuk menunjukkan komitmen penguatan KPK melalui pengembalian hak 57 pegawai KPK. Persoalan ini sudah berlarut-larut tanpa kejelasan, padahal Komnas HAM dan Ombudsman telah memberikan rekomendasi,” tegasnya.
Pihak KPK sendiri menyatakan menghormati langkah hukum yang ditempuh oleh para mantan pegawainya dan menunggu hasil penyelesaian sengketa informasi di KIP.
Sebagai informasi, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) diterapkan pada 2020 sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN. Sebanyak 57 pegawai dinyatakan tidak lolos dan kemudian membentuk wadah bernama IM57+ Institute sebagai wadah perjuangan mereka. HUM/GIT