ATAMBUA, Memoindonesia.co.id — Perbatasan bukan sekadar garis pemisah negara, melainkan ruang hidup yang penuh daya. Hal itu dibuktikan Imigrasi Atambua bersama Lapas Kelas II-B Atambua lewat panen raya kangkung dan penebaran bibit lele, Selasa, 16 September 2025.
Kegiatan ini mendapat perhatian langsung dari Staf Ahli Menteri Bidang Kerja Sama Antar Lembaga, Anggiat Napitupulu, yang hadir di lokasi. Dalam sambutannya, Anggiat menegaskan bahwa ketahanan pangan adalah fondasi kedaulatan bangsa.
“Dari perbatasan kita belajar, Imigrasi dan Pemasyarakatan bukan hanya menjaga tapal batas, tetapi juga menanam, memanen, dan menebar kehidupan. Apa yang saya lihat di Atambua adalah pengabdian nyata yang memberi harapan,” ujarnya.
Kegiatan sederhana namun sarat makna ini memperlihatkan bahwa sinergi antarunit di bawah Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mampu menghadirkan program yang menyentuh langsung masyarakat.
Panen kangkung menjadi simbol kemandirian, sedangkan tebar bibit lele adalah investasi berkelanjutan demi memastikan pangan tetap tersedia.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua, Putu Agus Eka Putra, menilai kunjungan pejabat pusat memberi energi baru.
“Panen dan penebaran bibit ini adalah bukti kecil dari kerja besar yang kami jalankan untuk ketahanan pangan. Kehadiran Bapak Anggiat menjadi dorongan semangat agar pelayanan dan pengabdian berjalan seiring,” ujar Putu.
Hal senada disampaikan Kepala Kantor Wilayah Ditjen Imigrasi NTT, Arvin Gumilang, yang menyebut langkah ini sebagai tonggak penting.
“Ini bukan sekadar soal pangan, tetapi wajah baru Imigrasi dan Pemasyarakatan di perbatasan. Kehadiran Staf Ahli Menteri membuktikan bahwa apa yang kita lakukan di Atambua mendapat perhatian serius, bahkan bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain.”
PLT Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, menegaskan makna strategis kegiatan ini.
“Kehadiran Bapak Anggiat di Atambua menunjukkan komitmen pemerintah pusat. Imigrasi dan Pemasyarakatan tidak hanya menjaga kedaulatan, tapi juga hadir sebagai motor pembangunan. Dari kangkung dan lele, kita kirimkan pesan bahwa kemandirian pangan bangsa lahir dari akar perbatasan,” beber Yuldi.
Momentum ini menegaskan satu hal: perbatasan bukan daerah belakang, melainkan titik awal penguatan bangsa. Dari Atambua, gema kemandirian pangan bergema ke seluruh negeri, menghadirkan Indonesia yang kuat, berdaulat, dan berdaya dari pinggiran. HUM/BAD