ATAMBUA, Memoindonesia.co.id — Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua terus tancap gas memperkuat peran strategisnya di kawasan perbatasan Indonesia-Timor Leste. Salah satunya dengan ambil bagian dalam forum bilateral.
Dalam forum bilateral yang digelar Selasa, 8 Juli 2025, bersama Delegasi Republik Demokratik Timor Leste (RDTL), Imigrasi Atambua mengusulkan sejumlah langkah konkret demi meningkatkan efisiensi, keamanan, dan kualitas layanan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain-Batugade.
Isu-isu strategis seperti perpanjangan jam operasional, pelayanan darurat, aktivasi ekonomi lintas negara, hingga pembentukan zona perdagangan bebas menjadi fokus utama pembahasan.
Perpanjangan Jam Operasional & Prioritas Ambulans
Salah satu usulan krusial dari Indonesia adalah perpanjangan jam operasional PLBN. Dari semula tutup pukul 18.00 WITA, diusulkan menjadi 19.00 WITA untuk lalu lintas orang, dan tetap hingga pukul 16.00 WITA untuk barang. Khusus hari Senin, mengingat lonjakan pelintas, usulan jam operasional dimajukan ke pukul 05.00 atau 06.00 WITA.
Tak kalah penting, Imigrasi juga menyoroti pentingnya jalur prioritas bagi ambulans dari Timor Leste dalam situasi darurat. Namun, perlakuan khusus ini tetap akan dikawal ketat agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang ingin menyelundup di balik status gawat darurat.
“Setiap detik sangat berarti saat nyawa dipertaruhkan. Tapi kami juga tidak ingin celah kemanusiaan ini dimanfaatkan untuk pelanggaran hukum,” tegas Kepala Kantor Imigrasi Atambua, Putu Agus Eka Putra.
Dari Pasar Tradisional ke Pusat Kuliner Lintas Negara
Tak hanya fokus pada pelayanan administratif, forum juga menyoroti penguatan sosial ekonomi masyarakat perbatasan. Pemerintah Indonesia mengusulkan reaktivasi pasar tradisional seperti Pasar Turiskain dan Pasar Henes, serta dibukanya kembali Pos Lintas Batas (PLB) untuk masyarakat lokal. Tujuannya, memulihkan denyut ekonomi dan memperkuat relasi budaya di kawasan yang berbagi akar sosial yang sama.
Pemerintah Timor Leste, melalui Kementerian Administrasi Negara, menyambut positif inisiatif tersebut, dengan komitmen bersama mendorong aktivitas ekonomi dan mobilitas warga di dua negara.
Agenda besar seperti Tour de Timor juga dirancang menjadi event tahunan yang disinergikan dengan Festival Musim Dingin Juni 2026, memperluas panggung budaya lintas negara. Bahkan, ide penyelenggaraan Pasar Malam Bersama dan pendirian Pusat Kuliner Lintas Negara juga dibahas sebagai wahana diplomasi rakyat dan promosi potensi lokal.
Zona Perdagangan Bebas dan Kendaraan Plat Hijau
Imigrasi Atambua juga mendorong pembahasan regulasi kendaraan berplat hijau dari Timor Leste agar dapat diperdagangkan secara legal, dengan wilayah operasional terbatas di Kabupaten Belu. Inisiatif ini diyakini menjadi langkah awal menuju pengembangan zona perdagangan bebas (free trade zone) di Motaain-Batugade.
“Gagasan ini bukan hanya soal barang dan kendaraan, tapi tentang struktur ekonomi baru yang lebih inklusif dan berdaya saing di perbatasan,” imbuh Putu Agus.
Pertemuan Rutin & Kolaborasi Progresif
Untuk menjaga koordinasi lintas negara tetap dinamis, pertemuan bilateral informal tiga bulanan juga diusulkan, dengan tempat pelaksanaan bergilir. Diharapkan, pada forum selanjutnya, Pemerintah RDTL bisa menjadi tuan rumah dan mengundang resmi delegasi Indonesia ke Dili.
Imigrasi Bukan Sekadar Penjaga Gerbang
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Nusa Tenggara Timur, Arvin Gumilang, menegaskan bahwa kawasan perbatasan harus menjadi ruang kolaborasi, bukan sekadar batas wilayah.
“Imigrasi tak sekadar menjaga gerbang negara. Kami menjadi jembatan persaudaraan, tempat nilai kemanusiaan dan kerja sama lintas bangsa tumbuh dan mengakar,” tegas Arvin.
Ia menyadari bahwa aktivitas masyarakat perbatasan memiliki karakter unik—mulai dari perdagangan, pengobatan, hingga silaturahmi lintas negara. Karena itu, perlu kebijakan yang ramah, adaptif, namun tetap dalam koridor hukum nasional dan internasional. HUM/CAK