SURABAYA, Memoindonesia.co.id – Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) Jawa Timur berupaya mengubah budaya punitif di tengah masyarakat dengan mendorong pembentukan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) di tingkat desa.
Kepala Kanwil Kemenkum Jatim, Haris Sukamto, menyampaikan bahwa Posbakum desa ini bertujuan menjadi solusi awal dalam menangani perkara tindak pidana ringan, sehingga tak selalu berujung proses hukum yang berat.
“Masalah-masalah ringan ke depan bisa diselesaikan di Posbakum desa,” ujar Haris, Senin, 21 April 2025.
Tak hanya membangun secara kelembagaan, Haris menjelaskan pihaknya juga menyiapkan sumber daya manusia melalui pelatihan paralegal dan peacemaker (juru damai).
“Paralegal akan direkrut dari tokoh masyarakat atau perangkat desa. Sementara peran peacemaker akan dipercayakan kepada kepala desa,” jelasnya.
Untuk memperkuat peran para agen hukum tersebut, Kemenkumham Jatim akan menggandeng 91 Organisasi Pemberi Bantuan Hukum (PBH) terakreditasi yang tersebar di wilayah Jawa Timur. Total anggaran yang dialokasikan mencapai Rp2,251 miliar.
“Sebesar Rp1,9 miliar digunakan untuk bantuan hukum litigasi, dan sekitar Rp315 juta dialokasikan untuk bantuan hukum nonlitigasi,” rincinya.
Jumlah PBH terakreditasi di Jawa Timur juga mengalami peningkatan signifikan, dari 65 pada 2024 menjadi 91 pada 2025. Rinciannya, 13 PBH terakreditasi A, 21 terakreditasi B, dan 57 terakreditasi C.
“Peningkatan ini menunjukkan komitmen yang makin kuat dalam menyediakan layanan hukum yang berkualitas dan sesuai standar,” tambah Haris.
Pada tahun 2024, anggaran bantuan hukum di Jawa Timur tercatat mencapai lebih dari Rp6,6 miliar, yang mencakup 1.689 permohonan litigasi dan 788 kegiatan nonlitigasi. Namun, pada 2025, anggaran menurun menjadi Rp2,25 miliar seiring kebijakan efisiensi melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025.
Kendati terjadi penurunan anggaran, Haris tetap mendorong optimalisasi peran PBH, khususnya melalui program Peacemaker Justice Award dan pelatihan paralegal desa.
Ia juga menekankan bahwa kasus penyalahgunaan narkotika dan perceraian masih mendominasi permintaan bantuan hukum.
“Lewat program bantuan hukum ini, pemerintah hadir memberikan akses keadilan bagi masyarakat yang kurang mampu,” tutup Haris. HUM/CAK