JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Produser film Vina: Sebelum 7 Hari, Dheeraj Khalwani atau K.K. Dheeraj, buka suara terkait gelombang kritik yang muncul terhadap film tersebut. Film ini dinilai mengeksploitasi tragedi dan berisi adegan yang dianggap tidak berempati.
Dheeraj menegaskan bahwa cerita dan adegan dalam film tersebut sudah diizinkan oleh keluarga dan sesuai dengan peristiwa yang dialami mendiang Vina Dewi Arsita. Ia juga menilai bahwa sebagian pihak yang kontra justru mengkritik tanpa menonton film itu lebih dulu.
“Masalah yang kontra, pertama, banyak dari mereka yang belum menonton filmnya. Bagi yang sudah menonton, [mereka] kontra mengenai eksploitasi,” ungkap Dheeraj dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Barat, Kamis 16 Mei 2024. “Sebenarnya bukan eksploitasi. Ini sudah mendapat izin dari keluarga. Ini kami buat apa yang sebenarnya terjadi dengan almarhum,” lanjutnya.
Dheeraj mengklaim bahwa film ini sangat penting bagi keluarga Vina, korban kasus pembunuhan di Cirebon pada 2016 silam. Menurutnya, film horor ini justru mengangkat kasus yang sudah tenggelam selama delapan tahun. Ia juga mengingatkan kesedihan yang dirasakan oleh keluarga karena tiga tersangka pembunuhan masih belum ditangkap. Dheeraj mengatakan bahwa film ini membantu membuka asa bagi keluarga supaya para pelaku ditemukan.
“Mereka harus pikirkan, kalau tidak ada film ini, kasus ini sudah tenggelam. Ini sudah delapan tahun, kasus ini sudah tenggelam kalau tidak ada film ini,” ungkap Dheeraj. “Kasihan keluarga. Belum tahu siapa yang membunuh, belum pernah ketemu juga dengan tiga pelaku.”
Produser 38 tahun itu menegaskan bahwa film ini diproduksi untuk meningkatkan kesadaran publik. Menurut Dheeraj, Vina: Sebelum 7 Hari mengangkat berbagai isu sosial yang penting, seperti perundungan dan geng motor liar yang masih marak di Indonesia. Selain itu, keluarga juga mendapat keadilan usai film tersebut dirilis pekan lalu.
“Saya buat film ini untuk membangkitkan awareness. Salah satunya mengenai bully, geng motor liar. Saya lihat di sini keluarganya juga mendapat keadilan,” ungkap Dheeraj.
Kasus ini meninggalkan berbagai kejanggalan meski sudah berlalu delapan tahun, termasuk tiga tersangka yang masih buron. Namun, gelombang protes dan kritik juga muncul di media sosial mengenai penggambaran tragedi lewat cerita dan adegan dalam film. Film ini dinilai mengeksploitasi tragedi karena menggambarkan kekerasan secara eksplisit dan dianggap tidak etis.
Meski begitu, tidak sedikit netizen yang membela film tersebut karena menganggapnya berhasil mengangkat kembali kasus yang belum selesai demi mengejar keadilan untuk korban. HUM/GIT

