JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, menjadi tersangka anyar dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Kasus ini diduga mengakibatkan kerugian lingkungan hingga Rp 271 triliun.
Hingga Jumat, 29 Maret 2024, sudah ada 16 tersangka dalam kasus korupsi komoditas timah ini. Selain Harvey, baru-baru ini Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan crazy rich PIK Helena Lim sebagai tersangka.
Berikut 6 hal soal kasus timah diusut Kejagung usai Harvey Moeis menjadi tersangka:
1. Kasus yang Jerat Harvey Moeis
Kasus yang menjerat Harvey Moeis sebagai tersangka sama dengan kasus yang menjerat ‘crazy rich’ Helena Lim. Dia diduga terlibat kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015 sampai dengan 2022.
“Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, tim penyidik memandang telah cukup alat bukti, sehingga yang bersangkutan kita tingkatkan statusnya sebagai tersangka, yaitu saudara HM, selaku perpanjangan tangan dari PT RBT,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu, 27 Maret 2024 malam.
2. Tersangka ke-16
Kuntadi mengatakan Harvey jadi tersangka dalam perannya sebagai selaku perpanjangan tangan dari PT RBT. Harvey disebut pernah menghubungi mantan Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021, MRPT alias RZ.
“Adapun kasus posisi pada perkara ini, bahwa sekira tahun 2018 sampai dengan 2019. Saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu saudara MRPT atau Saudara RZ dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah,” ucap Kuntadi.
“Yang bersangkutan dalam kapasitas mewakili PT RBT, namun bukan sebagai pengurus PT RBT,” tambahnya.
3. Peran Harvey
MRPT juga ditetapkan tersangka lebih dahulu di kasus yang sama. Kuntadi menyebut, usai komunikasi itu, Harvey melakukan pertemuan dengan RZ. Hasil pertemuan itu disepakati kegiatan akomodir pertambangan liar tersebut adanya dibalut dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
“Yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud,” tambah dia.
Selanjutnya, tersangka Harvey meminta para pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan itu, kata Kuntadi, kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim (HLN), yang sudah menjadi tersangka.
Ada pun Harvey merupakan tersangka ke-16 dalam kasus ini. Atas perbuatannya, Harvey diduga melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat 1, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
4. Kaitan Harvey Moeis dengan Helena Lim
Kejagung menuturkan peran Harvey Moeis berkaitan dengan peran Helena Lim dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk periode 2015-2022. Kejagung menyebut Harvey menerima uang-uang dari perusahaan swasta yang terlibat pengakomodiran kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Uang dari perusahaan-perusahaan swasta tersebut diterima Harvey, melalui PT QSE. Pihak dari PT QSE yang memfasilitasi aliran dana tersebut adalah Helena Lim, sang manager.
Kejagung menyebut Harvey memberi instruksi agar perusahaan-perusahaan pemilik smelter menyisihkan keuntungan dari penjualan bijih timah yang dibeli PT Timah Tbk. Dana yang terkumpul, sebut Kejagung, lalu dinikmati Harvey dan para tersangka lainnya.
“Tersangka HM menginstruksikan kepada para pemilik smelter tersebut untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri, maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya, dengan dalih dana corporate social responsibility (CSR) kepada tersangka HM melalui PT QSE yang difasilitasi oleh Tersangka HLN (Helena Lim),” kata Kuntadi.
5. Duduk Perkara
Awalnya, pada 2018, tersangka ALW selaku Direktur Operasi PT Timah Tbk periode 2017-2018 bersama Tersangka MRPT selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Tersangka EE selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk menyadari pasokan bijih timah yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan smelter swasta lainnya. Hal itu diakibatkan oleh masifnya penambangan liar yang dilakukan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk.
Atas kondisi tersebut, tersangka ALW bersama dengan tersangka MRPT dan tersangka EE, yang seharusnya menindak kompetitor, justru menawarkan pemilik smelter untuk bekerja sama dengan membeli hasil penambangan ilegal melebihi harga standar yang ditetapkan oleh PT Timah Tbk tanpa melalui kajian terlebih dahulu.
Guna melancarkan aksinya untuk mengakomodasi penambangan ilegal tersebut, tersangka ALW bersama dengan tersangka MRPT dan tersangka EE menyetujui untuk membuat perjanjian seolah-olah terdapat kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan para smelter.
Pasal yang disangkakan kepada tersangka adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Total sudah ada 16 tersangka kasus korupsi yang ditahan dalam kasus ini. Berikut rinciannya:
1. SG alias AW, Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
2. MBG, Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
3. HT alias ASN, Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN)
4. MRPT alias RZ, Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021
5. EE alias EML, Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018
6. BY, Mantan Komisaris CV VIP
7. RI, Direktur Utama PT SBS
8. TN, beneficial ownership CV VIP dan PT MCN
9. AA, Manajer Operasional tambang CV VIP
10. TT, Tersangka kasus perintangan penyidikan perkara
11. RL, General Manager PT TIN
12. SP, Direktur Utama PT RBT
13. RA, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
14. ALW, Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 s/d 2020 PT Timah Tbk.
15. Helena Lim, manager PT QSE
16. Harvey Moeis, Perpanjangan tangan PT RBT
6. Dugaan Kerugian Lingkungan Rp 271 T
Ternyata kasus korupsi tersebut mengakibatkan kerugian lingkungan hingga Rp 271 triliun. Kamis, 28 Maret 2024 , sebelumnya Kejagung menyampaikan kerugian lingkungan berdasarkan penghitungan ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo. Penghitungan kerugian lingkungan itu disampaikan Bambang dalam dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin, 19 Februari 2024.
Bambang menyebut setidaknya kerugian kerusakan hutan di Bangka Belitung (Babel) akibat kasus ini mencapai Rp 271.069.688.018.700 atau Rp 271 triliun.
“Totalnya kerugian itu yang harus juga ditanggung negara adalah Rp 271.069.687.018.700,” kata Bambang.
Jumlah itu, kata Bambang, adalah penghitungan kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan. Dia merinci penghitungan kerugian dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan.
“Di kawasan hutan, kerugian lingkungan ekologisnya itu Rp 157,83 T, ekonomi lingkungannya Rp 60,276 T, pemulihannya itu Rp 5,257 T. Totalnya saja untuk yang di kawasan hutan itu adalah 223.366.246.027.050,” rincinya.
“Dan kemudian yang non kawasan hutan biaya kerugian ekologisnya Rp 25,87 Triliun dan kerugian ekonomi lingkungannya Rp 15,2 T dan biaya pemulihan lingkungan itu adalah Rp 6,629 T. Jadi total untuk untuk yang nonkawasan hutan APL adalah Rp 47,703 triliun,” tambahnya. CAK/RAZ