JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Maraknya tren kejahatan yang diduga dilakukan oleh Orang Asing seperti paham radikalisme, terorisme yang saat ini sedang melanda Indonesia, segera diantisipasi oleh Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) Jakarta Barat.
Dengan melibatkan stakeholder lintas sektoral, Timpora Jakarta Barat menggelar rapat koordinasi (rakor) bersama anggota di wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat. Rakor dibuka oleh Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI Jakarta, Sandi Andaryadi.
“Kejahatan yang terjadi, semisal paham radikalisme dapat menjadi anacaman bagi Keamanan Negara Indonesia. Karena dari pemahaman tersebut dapat memicu terjadinya aski Terorisme. Makanya, kita perlu merapatkan barusan,” ujar Sandi Andaryadi, Rabu, 28 Februari 2024.
Sementara itu, Ketua Panitia Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Jakarta Barat, Mangatur Hadiputra Simanjuntak mengatakan, kegiatan yang digelar di Hotel Aston Kartika, Jalan Kyai Tapa 101 Grogol Petamburan, Jakarta Barat ini, diikuti oleh 51 peserta dari berbagai unsur. Mulai dari perwakilan TNI, Polisi, Kejaksaan, perwakilan Pemkot dan Kemenkumham dilibatkan.
Usai dibuka, Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta, kegiatan rakor dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh dua narasumber. Yakni IPDA Yuropon Dwi Bayuadji (Kasubnit 1 Unit VI Kamsus, Polres Metro Jakarta Barat) dan Arief Adi Prayogo (Kepala Seksi Pengawasan Wilayah II. Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian).
Pada kegiatan rapat Timpora tersebut, narasumber I IPDA Yuropon Dwi Bayuadji yang berjudul ‘Peran POLRI Dalam Pengawasan Orang Asing di Wilayah Hukum Polres Metro Jakarta Barat’. Dalam pemaparannya, IPDA Yuropon Dwi Bayuadji menjelaskan, mengenai Tren Kejahatan Orang Asing yang saat ini sedang marak terjadi yaitu dari kejahatan dari Ideologi yang berupa paham radikalisme, terorrisme yang saat ini sedang melanda Indonesia.
“Paham radikalisme dapat menjadi anacaman bagi keamanan Negara Indonesia karena dari pemahaman tersebut dapat memicu terjadinya aski terorisme,” ujar Yuropon.
Lanjutnya, mengenai Tindak Kejahatan Pencuaian Uang yang terdiri dari 3 bentuk kegiatan. Seperti, Placement (dengan cara memecah uang menjadi satuan yang lebih kecil agar tidak mudah dicurigai), Layering (dengan membeli aset, berinvestasi atau menyebar pembukuan uang tersebut melalui pembukan rekeneing Bank dibeberapa negara) dan Integration (menggabungkan atau menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah untuk dipergunakan membiayai kegiatan bisnis yang sah ataupun membiayai kembali kegiatan tindak pidana).
“Di Indonesia, kejahatan yang sering terjadi adalah love scamming. Yaitu penipuan berkedok asmara di mana pelaku menaklukkan korban dengan kata-kata cinta bahkan hubungan romansa yang serius s aat beraksi,” bebernya.
Menurutnya, pelaku memanipulasi korban untuk mendapatkan uang. Setelah mendapatkan uang, pelaku akan menghilang. Penipuan romantis ini terjadi ketika seorang penjahat memakai identitas online palsu untuk mendapatkan kasih sayang dan kepercayaan korban. Pelaku kemudian menggunakan ilusi hubungan romantis untuk memanipulasi dan/atau mencuri dari korban.
“Ada pula dengan data Forgery, pemalsuan surat dan dokumen penting. Lalu, Cyber Terroism, propaganda terorisme melalui internet. Ada juga Deface, mengubah tampilan web untuk tujuan tertentu. Ada lagi Cracking, merusak sistem keamanan komputer untuk mencuri, membajak, menyebarkan virus hingga melumpuhkan sasaran. Termasuk Skimming, mencuri informasi melalui strip magnetik kartu kredit, ” urainya.
Di akhir pemaparan, narasumber juga mengaharapkan adanya partisipasi yang dibentuk dengan terjadinya sinergitas antar anggota Timpora di wilayah Jakarta Barat untuk bertukar informasi mengenai terkait keberadaan dan kegiatan orang asing yang dicurigai/menyimpang di lingkungan sekitar tempat tinggal.
Selanjutnya, paparan dari narasumber Arief Adi Prayogo menjelaskan, pengawasan Keimigrasiann dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan yaitu, pengawasan secara Administartif, pengumpulan dan pegolahan, serta penyajian data dan informasi, penyusunan daftar orang asing yang dikenai pencegahan dan penangkalan, pengembalian foto dan sidik jari.
“Selain itu, pengawasan Keimigrasian dapat dilakukan dengan pendekatan pengawasan lapangan, pengawasan lapangan terhadap keberdaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Indonesia. Termasuk melakukan kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum seperti melaksanakan kewenangan keimigrasian sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan melakukan koordinasi antar instansi dan/atau Lembaga pemerintahan terkait dengan pengawasan keimigrasian,” beber Arief dalam paparannya.
Arief melanjutkan, fungsi Timpora yaitu mengenai pengumpulan informasi dan data keberadaan Orang Asing secara berjenjang dari tingkat desa atau kelurahan sampai tingkat provinsi, pelaksanaan dan pengaturan hubungan serta kerja sama dalam rangka Pengawasan orang asing, analisa dan evaluasi terhadap data/informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan orang asing serta membuat peta pengawasan orang asing.
Menurutnya, instansi yang dapat melakukan pengawasan terhadap orang asing sesuai Tusi masing-masing Kementerian/Lembaga di Indonesia yaitu, custom, immigration and quarantine. Kemudian ada modus pelaku kejahatan Cybercrime. Yakni di Indonesia dengan cara membuat aplikasi yang memudahkan untuk diunggah dengan server yang berada di luar negeri, serta peran yang dilakukan oleh WNA dalam kejahatan Cybercrime.
Seperti merekrut karyawan, menyediakan lokasi kantor, menyiapkan alat dari Luar Negeri dan menggunakan nomor lokal / provider yang ada di Indonesia, dan memiliki Izin Tinggal Kunjungan dan atau Izin Tinggal Terbatas.
“Pasal yang dapat dikenakan terhadap orang asing pelaku kejahatan Cybercrime sesuai dengan Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Yaitu mengenai penyalahgunaan Izin Tinggal yang terdapat pada pasal 122 dan Perolehan Visa dan Izin Tinggal pada pasal 123,” tandasnya.
Untuk itu, dalam mengatansipasi kejahatan Cybercrime diperlukan sinergitas antar Kementerian/Lembaga terkait kegiatan dan keberadaan oranga asing yang patut diduga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Makanya diperlukan ketegasan dalam meneggakan aturan hukum yang memberikan efek jera kepada WNA yang melanggar dengan mengupayakan penerapan Pro Justitia dan meningkatkan kompetensi petugas guna mendeteksi secara dini kejahatan yang dilakukan oleh WNA,” pungkas Arief. HUM/CAK