JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menangkap tersangka kasus robot trading Viral Blast, Putra Wibowo alias PW. PW adalah bos Viral Blast yang buron sejak 2022.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombespol Samsul Arifin mengatakan Putra Wibowo ditangkap di Bangkok, Thailand. Penangkapan itu dilakukan atas kerja sama Imigrasi Thailand dengan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri.
“Tersangka ditangkap di Bangkok berdasarkan awalnya adalah pelanggaran keimigrasian, karena yang bersangkutan melarikan diri tahun 2022 saat proses pidana ini dilakukan oleh Dittipideksus,” ujar Samsul dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Sabtu, 27 Januari 2024.
Samsul mengatakan, selama pelariannya, PW tinggal bersama istrinya di Bangkok. Adapun terdeteksinya PW bermula saat pihak Imigrasi Thailand mendapati PW melebihi batas waktu tinggal atau overstay.
“Hasil pemeriksaan awal, yang bersangkutan tinggal di Bangkok, Thailand. Dia ditangkap Dinas Imigrasi Thailand karena overstay atas red notice yang sudah diterbitkan. Karena dia menjadi DPO Dittipideksus Bareskrim,” jelas Samsul.
“Kemudian kita lakukan dengan tim gabungan Divhubinter Bareskrim, berangkat ke Bangkok untuk melakukan penjemputan dan penangkapan Tersangka,” sambungnya.
Kini Putra Wibowo ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Sementara itu, polisi masih terus melakukan penelusuran aset tersangka atas tindak pidana yang dilakukan.
Sebagai informasi, dalam kasus Viral Blast Global, Bareskrim sudah menetapkan empat tersangka, yakni RPW, ZHP, MU, dan Putra Wibowo yang baru ditangkap. Tiga tersangka lainnya sudah ditangkap lebih dulu dan kini sudah menjadi terpidana dengan kekuatan hukum tetap (inkracht).
Mereka menjalankan investasi bodong dengan skema piramida alias ponzi. Terdapat 12 ribu member yang bergabung. Total kerugiannya mencapai Rp 1,8 triliun.
Terhadap para pelaku dijerat pasal 3 atau pasal 4 atau pasal 5 atau pasal 6 juncto pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto pasal 105 juncto pasal 9 dan/atau pasal 106 juncto pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. CAK/RAZ