JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Pagi ini, Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, kembali menjadi sorotan.
Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memenuhi panggilan KPK pada Kamis 7 Agustus 2025 pukul 09.29 WIB. Kedatangannya bukan tanpa alasan, ia dipanggil untuk memberikan klarifikasi terkait penyelidikan dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji.
Dengan mengenakan kemeja berwarna cokelat, Yaqut tampak tenang saat tiba di markas lembaga antirasuah. Ia memberikan pernyataan singkat kepada awak media yang sudah menunggunya.
“Dimintai klarifikasi dan keterangan pembagian kuota haji,” ujarnya. Saat ditanya dokumen apa saja yang dibawanya, Yaqut menjawab, “Saya hanya bawa SK sebagai menteri.”
Pemeriksaan ini menjadi langkah krusial dalam upaya KPK mengusut tuntas dugaan korupsi yang menyelimutinya. Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, membenarkan bahwa Yaqut Cholil Qoumas telah dijadwalkan untuk dimintai keterangan.
Begitu pula dengan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, yang menegaskan bahwa keterangan Yaqut sangat dibutuhkan dalam proses penyelidikan ini.
“Kami mengonfirmasi benar bahwa akan dilakukan permintaan keterangan kepada yang bersangkutan,” kata Budi. “Tentu KPK berharap kepada yang bersangkutan dapat hadir dalam undangan atau panggilan tersebut, karena memang keterangan dari yang bersangkutan sangat dibutuhkan dalam proses penyelidikan ini.”
KPK saat ini sedang mendalami dugaan adanya penyalahgunaan wewenang atau praktik curang dalam alokasi kuota haji, yang melibatkan berbagai pihak, termasuk kemungkinan pejabat di Kementerian Agama.
Sebagai Menteri Agama pada periode tersebut, Yaqut Cholil Qoumas memegang peran sentral dalam kebijakan dan keputusan terkait kuota haji. Keterangannya diharapkan dapat membuka tabir gelap di balik dugaan praktik korupsi ini.
Isu dugaan korupsi kuota haji bukanlah hal baru. Setiap tahunnya, alokasi kuota haji menjadi isu sensitif dan kerap menimbulkan polemik.
Kuota haji merupakan jumlah jemaah haji yang diizinkan untuk berangkat dari Indonesia, dan pengelolaannya memerlukan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.
Namun, sering kali muncul laporan mengenai adanya permainan kuota, di mana kuota haji disalahgunakan atau dialokasikan untuk pihak-pihak tertentu di luar prosedur resmi. HUM/GIT