JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Putusan hakim yang menyatakan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tidak terbukti merintangi penyidikan kasus Harun Masiku, menuai respons keras dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto.
Setyo mengungkapkan kekesalannya, mempertanyakan landasan putusan tersebut padahal menurutnya, persangkaan dan bunyi pasal yang menjerat Hasto sudah sangat jelas.
“Ya, menurut saya kan persangkaannya jelas, bunyi pasalnya pun jelas, barang siapa dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan, langsung atau tidak langsung,” kata Setyo saat ditemui di gedung ACLC KPK, Jakarta, Jumat 25 Juli 2025.
Setyo menegaskan bahwa dengan bukti-bukti yang telah diajukan penuntut, KPK yakin ada upaya nyata untuk merintangi dan menggagalkan penyidikan Harun Masiku. Meski demikian, ia menyatakan KPK menghargai putusan pengadilan.
“Menurut saya kami semua yakin bahwa itu secara langsung ada upaya untuk mencegah, merintangi dan menggagalkan. Jadi kurang bukti apa sebenarnya,” ucapnya dengan nada bertanya.
“Tapi karena hakim memutuskan seperti itu ya tentu kami menghargai karena putusan itu kan diambil atau diputuskan, ya demi hukum dengan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” tambah Setyo.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memiliki pertimbangan tersendiri dalam memvonis bebas Hasto dari dakwaan perintangan penyidikan.
Kunci argumen hakim adalah tindakan yang dituduhkan kepada Hasto terjadi sebelum Harun Masiku resmi ditetapkan sebagai tersangka, yakni masih dalam tahap penyelidikan.
Hakim juga menyoroti soal handphone yang sempat disebut direndam oleh Harun Masiku. Menurut hakim, perbuatan itu tidak bisa dikategorikan menghilangkan barang bukti, karena pada akhirnya HP tersebut berhasil disita oleh KPK.
“Menimbang bahwa berdasarkan analisis komprehensif terhadap seluruh fakta persidangan, tidak ada bukti HP yang direndam atau ditenggelamkan sebagaimana dituduhkan, fakta HP yang dimaksud ada dan dapat disita KPK, sehingga tidak ada bukti upaya menghilangkan barang bukti, maka unsur dalam kesengajaan ini tidak dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan,” jelas hakim saat membacakan pertimbangan putusan.
Oleh karena itu, unsur “dengan sengaja, mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka/terdakwa/saksi perkara korupsi” dianggap tidak terpenuhi.
Hakim menjelaskan, perintah untuk menenggelamkan HP tersebut terjadi pada 8 Januari 2020 pukul 18.19 WIB. Pada waktu itu, Harun Masiku belum berstatus tersangka dan KPK belum resmi memulai penyidikan.
Surat perintah penyidikan yang menetapkan Harun sebagai tersangka baru diterbitkan pada 9 Januari 2020, selisih waktu yang menurut hakim signifikan secara yuridis.
Selain itu, hakim mengacu pada Pasal 21 UU Tipikor yang secara spesifik hanya mengatur perbuatan merintangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, tanpa mencakup tahap penyelidikan.
Dengan demikian, karena status Harun saat itu masih dalam penyelidikan, tindakan yang dituduhkan pada Hasto tidak dapat disebut melanggar pasal tersebut. HUM/GIT