JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Mantan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019-2024, Nadiem Makarim, akhirnya angkat bicara terkait dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.
Didampingi pengacara kondang Hotman Paris, Nadiem menegaskan kesiapannya untuk bekerja sama penuh dengan aparat penegak hukum.
Dalam jumpa pers yang digelar di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa, 10 Juni 2025, Nadiem Makarim menyatakan komitmennya.
“Saya siap bekerjasama dan mendukung aparat penegak hukum dengan memberikan keterangan atau klarifikasi apabila diperlukan,” ujarnya. Pernyataan ini menunjukkan sikap kooperatif Nadiem dalam menghadapi proses hukum yang sedang berjalan.
Ia juga menekankan bahwa dirinya akan mendukung penuh penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengusut kasus dugaan korupsi ini. Nadiem menegaskan posisinya yang tidak pernah menoleransi praktik korupsi dalam bentuk apapun.
“Saya tidak pernah menoleransi praktik korupsi dalam bentuk apapun,” ucapnya tegas.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) memang tengah mengusut dugaan korupsi pengadaan laptop untuk program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek untuk tahun anggaran 2019-2022. Proyek besar ini menarik perhatian karena melibatkan anggaran negara yang sangat fantastis, mencapai Rp 9,9 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari rencana Kemendikbudristek pada tahun 2020 untuk pengadaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan dari tingkat dasar hingga menengah atas.
Yang menjadi sorotan Kejagung adalah fakta bahwa rencana pengadaan ini justru bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi siswa pada saat itu. Pasalnya, program serupa ternyata sudah pernah dilakukan pada tahun 2018-2019, namun hasilnya dinilai tidak efektif.
“Karena sesungguhnya, kalau tidak salah, di tahun 2019 sudah dilakukan uji coba terhadap penerapan Chromebook itu terhadap 1.000 unit, itu tidak efektif,” ungkap Harli Siregar kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Senin, 26 Mei 2025.
Pernyataan ini mengindikasikan adanya dugaan ketidaktepatan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek yang berpotensi merugikan keuangan negara. HUM/GIT