JAKARTA, Memoindonesia.co.id – PDI Perjuangan (PDI-P) buka suara mengenai pemeriksaan mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebagai saksi dalam kasus suap dengan tersangka Harun Masiku. PDI-P mengatakan kadernya harus patuh terhadap proses hukum.
“Kami di PDI-P mewajibkan kader-kader kami, siapa pun itu patuh ketika menghadapi proses hukum, baik itu sebagai saksi atau apa pun dan selalu memenuhi panggilan pihak atau instansi yang berkaitan dengan hukum untuk memberikan keterangan apabila diperlukan,” kata Juru Bicara PDI-P Chico Hakim kepada wartawan, Rabu 18 Desember 2024.
“Ini sudah dilakukan oleh Pak Yasonna Laoly dan pemeriksaan berjalan lancar,” lanjutnya.
Chico mengatakan Yasonna banyak ditanyai perihal posisinya sebagai Ketua DPP PDI-P terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) caleg terpilih kala itu. Chico mengatakan KPK harus profesional dan netral dalam pengusutan kasus.
“Kami sampai hari ini menaruh harapan tinggi kepada KPK untuk bersikap profesional dan netral, betul-betul menjunjung tinggi asas profesionalitas dan tidak terseret dalam arus politisasi hukum yang kita lihat selama ini marak terjadi di republik ini,” ujarnya.
Yasonna sebelumnya mengaku dicecar penyidik KPK terkait permintaan fatwa yang diajukannya kepada Mahkamah Agung (MA). Dia mengatakan permintaan fatwa MA itu dilakukannya dalam kapasitas Ketua DPP PDI-P saat itu.
“Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung untuk permintaan fatwa tentang keputusan Mahkamah Agung Nomor 57. Kami minta fatwa karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP tentang suara caleg yang meninggal,” kata Yasonna di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu 18 Desember 2024.
Yasonna mengatakan permintaan fatwa ke MA terkait posisi pergantian caleg terpilih yang meninggal dunia. Dia menyebut ada perbedaan sudut pandang antara KPU dan DPP PDI-P.
“Inti pokoknya sebagai Ketua DPP saya mengirim surat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung karena waktu proses pencalegan itu ada tafsir yang berbeda setelah judicial review ada keputusan Mahkamah Agung Nomor 57 dan DPP mengirimkan surat tentang penetapan caleg, kemudian KPU menanggapi berbeda,” ujar Yasonna.
“Kita minta fatwa kepada Mahkamah Agung, Mahkamah Agung membalas fatwa tersebut sesuai dengan pertimbangan hukum supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih,” sambungnya.
Selain terkait pengajuan fatwa ke MA tersebut, Yasonna dicecar mengenai kapasitasnya sebagai mantan Menteri Hukum dan HAM. Penyidik KPK mencecarnya terkait perlintasan Harun Masiku selama jadi buron.
“Kedua, kapasitas saya sebagai seorang menteri. Saya menyerahkan tentang perlintasan Harun Masiku. Penyidik sangat profesional menanyakan posisi saya sebagai Ketua DPP, posisi saya sebagai Menteri Hukum dan HAM mengenai perlintasan Harun Masiku,” ujar Yasonna.
Harun Masiku merupakan tersangka suap terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap itu diberikan Harun agar Wahyu mengupayakan dirinya menjadi anggota DPR lewat PAW, meski raihan suaranya berada di urutan keenam.
Wahyu Setiawan dan dua orang lainnya telah diadili dan menjalani hukuman atas kasus ini. Sedangkan Harun Masiku masih menjadi buron sejak 2020 dan tak kunjung ditangkap oleh KPK. HUM/GIT