JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Sejumlah tahanan KPK memberikan kesaksiannya terkait kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan atau Rutan KPK. Saksi mengungkap bahwa dia mendapatkan ‘hukuman tambahan’ jika telat dan tidak memberikan setoran.
Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin 9 September 2024. Duduk sebagai terdakwa ialah mantan Kepala Rutan KPK, Achmad Fauzi, dan 14 terdakwa lainnya.
Salah satu saksi yang dihadirkan jaksa ialah Firjan Taufa. Firjan ditahan KPK karena menjadi tersangka kasus korupsi proyek jalan di Bengkalis, Riau.
Firjan bercerita, dia ditemui dua tahanan lain, yakni eks Dirut Sarana Jaya, Yoory Corneles, dan tersangka kasus korupsi pengadaan BCSS pada Bakamla, Juli Amar Ma’ruf, saat awal ditahan di Rutan KPK pada 2021.
“Waktu saya masuk ke Rutan Guntur saya diterima Pak Yoory. Setelah diterima saya dibawa ke ruangan. Langsung disuruh tunggu sebentar dan dipanggil sama Pak Yoory dan saya dikenalkan ini Pak Juli Amar. Lalu dia bilang dia sebagai korting,” kata Firjan
“Dijelaskan apa itu korting?” tanya jaksa.
“Saya nggak nanya karena saya istilahnya lagi nggak karuan,” jawab Firjan.
“Yang korting siapa?” tanya jaksa.
“Juli Amar,” ucap Firjan.
Ada Iuran Tahanan
Firjan mengatakan Yoory dan Juli Amar menjelaskan peraturan di Rutan KPK. Keduanya menyebutkan ada iuran bagi tahanan yang baru masuk rutan.
“Setelah dikenalkan saya dibilang di sini nggak ada kamar, penuh semua. Terus untuk sementara diisolasi. Setelah itu baru diterangkan di sini ada aturan mainnya,” kata Firjan.
“Apa itu? Ada nggak disampaikan ada aturan yang sudah turun-temurun?” tanya jaksa.
“Ada, ini aturan sudah ada sebelum-sebelumnya. Dibilang iuran. Saya posisi waktu itu belum ngerti juga,” jawab Firjan.
“Dijelaskan nggak itu wajib?” tanya jaksa.
“Iya dibilang iuran yang harus dilaksanakan. Katanya di sini untuk teman-teman petugas (rutan KPK),” jawab jaksa.
Firjan mengaku diminta membayar Rp 20 juta. Dia mengaku bingung saat pertama kali diminta membayar nominal tersebut.
“Awalnya disuruh Rp 20 (juta). Maksudnya langsung Rp 20 juta. Saya bilang untuk apa? ‘Ya untuk kita di sini’. Habis itu posisi saya lagi emang selama 14 hari selama itu kan tidak bertemu siapa-siapa jadi saya bingung terus saya bilang saya minta waktu dulu,” ujarnya.
Firjan mengaku menghubungi pengacaranya lewat ponsel Juli Amar. Dia meminta pengacaranya mengirimkan uang Rp 21,5 juta ke rekening yang telah diberikan oleh Juli Amar.
“Berapa ditransfer?” tanya jaksa.
“Saya waktu itu Rp 21,5 juta,” jelas Firjan.
“Nah apakah ada semacam ini memberikan iuran dijelaskan Pak Yoory sama Pak Juli kalau nggak kasih begini kalau nggak kasih begini?” tanya jaksa.
“Ada di awal waktu itu ‘kalau bapak nggak kasih iuran, harus bekerja terus tidak boleh berkeliaran ke mana-mana. Kalau memberikan bisa menggunakan fasilitas ke mana-mana’,” jawab Firjan.
Bersihkan Toilet Jika Tak Bayar Setoran
Tahanan KPK lainnya, juga bersaksi dalam kasus ini. Dia adalah Mantan Ketua Tim Teknis Pengadaan dan Penerapan e-KTP, Husni Fahmi. Husni mengaku disuruh membersihkan toilet rutan jika tak membayar setoran.
Husni awalnya menjelaskan bahwa dia ditahan 14 hari di sel isolasi saat pertama kali ditahan KPK. Di hari kedua penahanannya, dia mengaku dijelaskan oleh sesama tahanan terkait adanya iuran di Rutan KPK.
“Pada saat isolasi apa saudara ditemui seseorang?” tanya jaksa.
“Dipanggil ke kamar Firjan Taufa dan itu ada Pak Hengki,” jawab Husni.
“Apa yang disampaikan? tanya jaksa.
“Pak Firjan Taufa menyatakan ada iuran. Jadi sebelum Pak Firjan Taufa sampaikan ada iuran, Pak Hengki menyampaikan Bapak datang di sini tidak diundang, di sini ada aturannya. Kemudian melanjutkan penyampaian Pak Hengki, Pak Firjan Taufa menyampaikan ada iuran Rp 20 juta,” jawab Husni.
“Apa reaksi saudara?” tanya jaksa.
“Saya tidak sanggup memenuhi iuran tersebut,” sambungnya.
Husni lalu menjalani penahanan di sel isolasi selama 14 hari. Saat akan dipindahkan ke Rutan KPK, dia ditemui oleh mantan Dirut Sarana Jaya, Yoory Corneles. Dalam pertemuan itu, Yoory menyebutkan ada beban pekerjaan yang harus dilakukan Husni karena tidak membayar iuran.
“Saudara isolasi 14 hari. Apa saudara tahu ada yang isolasi kurang dari 14 hari?” tanya jaksa.
“Waktu itu tidak tahu tapi kemudian setelah 14 hari Pak Yoory datang kemudian Pak Yoory katakan karena kamu tidak bayar iuran kamu dibebankan pekerjaan kebersihan tiap hari. Oh, di situ saya baru tahu saya diisolasi lebih lama karena tidak bayar,” jawab Husni.
Husni mengaku harus melakukan tugas kebersihan setiap hari karena tidak membayar pungli Rutan KPK. Tugas itu mulai dari menyapu hingga membersihkan kamar mandi.
“Jadi Pak Yoory menyampaikan beliau mengusahakan kepada para petugas dan petugas mengizinkan keluar dengan konsekuensi menjalankan piket kebersihan tiap hari. Jadi saya tiap subuh itu nyapu, ngepel bersihin dapur, kamar mandi, buang sampah tiap hari,” ujar Husni.
“Kamar mandi mana?” tanya jaksa.
“Kamar mandi umum, selasar di luar sel,” jawab Husni.
“Tadi katanya mencuci piring, piring siapa?” tanya jaksa.
“Nggak tahu, saya ke dapur pagi-pagi kalau ada piring-piring sisa saya selalu cuci,” timpal Husni.
Kesaksian Mandi Berebutan-Minum Sulit
Sementara itu, Mantan Dirut PT Ayodya Multi Sarana, Kiagus Emil Fahmy Cornain, mengungkap perlakuan yang diterima tahanan di Rutan KPK jika tidak membayar uang iuran bulanan. Kiagus menyebut para tahanan sampai ada yang dikunci di sel tahanan.
Kiagus merupakan tersangka kasus korupsi Jasindo dan telah menjalani penahanan di Rutan KPK. Kiagus mengatakan awalnya enggan membayar iuran Rp 20 juta tiap bulannya saat ditahan di Rutan KPK. Namun, dia mengaku takut menerima sanksi jika tidak membayar ketentuan tersebut.
“Terkait iuran bulanan tadi, Saudara bayar akhirnya?” tanya jaksa.
“Sebetulnya saya nggak mau bayar. Saya tanya, kalau saya nggak bayar, apa sanksinya? Kemudian dijelaskan oleh Juli Amar (sesama tahanan) nanti diisolasi lagi dan dislot, digembok. Kedua, tidak boleh olahraga, ketiga tidak boleh sembahyang di masjid, keempat makanan terlambat. Kita nggak diurus,” jawab Kiagus.
Kiagus mengatakan sempat melihat adanya sejumlah tahanan KPK yang tidak membayar iuran di rutan. Para tahanan itu, kata Kiagus, ditahan di satu sel bersamaan.
“Pada saat di sana, apa Saudara pernah lihat tahanan yang tidak bayar iuran memang diperlakukan seperti itu?” tanya jaksa.
“Iya, saya lihat dengan mata kepala sendiri, malah ada satu ruangan di situ klinik itu tahanannya ada tujuh sampai delapan orang dari Palembang,” kata Kiagus.
Jaksa sempat berujar sadis saat menimpali pernyataan Kiagus tersebut. Kiagus kemudian menjawab perlakuan yang diterima delapan tahanan itu tidak manusiawi.
“Sadis ya,” kata jaksa.
“Nggak manusiawi sekali itu,” timpal Kiagus.
Jaksa kemudian bertanya lagi kepada Kiagus soal pelayanan yang diterima tahanan KPK jika membayar atau tidak membayar iuran di Rutan KPK. Kiagus kemudian kembali menyinggung nasib delapan tahanan yang tidak membayar iuran.
“Apa pelayanan yang membedakan yang bayar dan nggak bayar?” tanya jaksa.
“Ya itu, satu kamar jadi delapan orang begitu. Mandi pun berebutan, minum pun kadang-kadang minta tolong saya, ‘Pak, minta tolong ambilkan’,” ujar Kiagus.
Kiagus sempat melayangkan protes terkait perlakuan yang diterima delapan tahanan tersebut. Petugas rutan saat itu tidak menggubris karena para tahanan tersebut tidak membayar iuran.
“Di BAP, Saudara pernah tanya ke petugas itu tolong dibukain pintunya?” ujar jaksa.
“Iya, itu yang dari Palembang sampai pegang-pegang jeruji, ‘Pak, saya mau keluar’. Sampai saya bilang kasihlah dia jalan sejam, dua jam, keliling biar sehat. Kalau nggak, sakit,” ujar Kiagus.
“Apa dijawab petugas?” tanya jaksa.
“Ya, dia nggak bayar,” ujar Kiagus.
“Di BAP, Saudara disebut biar aja, nggak bayar. Betul ya?” timpal jaksa.
“Iya, kurang lebih begitu,” balas Kiagus. HUM/GIT