SURABAYA – Perkara Waduk Wiyung terus menggelinding. Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyita sejumlah dokumen negara, Selasa (8/8/2023).
Dokumen yang disita dari kasus Waduk Wiyung adalah dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di dua tempat yang berbeda dalam perkara ini.
Yakni di kediaman Saksi AA di daerah Putat Jaya Timur Surabaya dan Saksi CY di Jalan Terusan Pasirkoja No. 246 Kelurahan Babakan Kecamatan Babakan Ciparay Kota Bandung.
Penyitaan ini dilakukan dalam rangka penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi penjualan Waduk Wiyung seluas 21.812 meter persegi yang menjadi aset Pemerintah Kota Surabaya mulai 2003.
Tim Penyidik Kejati Jatim tiba dan mendatangi kediaman Saksi AA di Surabaya dan Saksi CY dengan membawa surat izin penetapan penyitaan Ketua Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya dan Surat Perintah Penyitaan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dengan disaksikan oleh perangkat setempat yaitu Ketua RW dan Lurah.
Tujuan dari penyitaan ini adalah untuk mengumpulkan bukti-bukti yang diyakini dapat memperkuat pembuktian dalam penanganan perkara Tipikor Waduk Wiyung dengan Tersangka SMT (57) dan DLL (72).
“Barang bukti yang dilakukan penyitaan yaitu berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 4801 dan SHGB Nomor 4802, ” ujar Kasi Penkum Kejati Windhu Sugiarto, SH.MH.
Awalnya SMT dan tokoh-tokoh warga RW 01 dan RW 02, Kelurahan Babatan pada 2003, tanpa dasar hukum membentuk Panitia Pelepasan Waduk dan menunjuk SMT sebagai ketuanya.
Kemudian SMT bekerjasama dengan almarhum GT (Lurah Babatan) dan almarhum STN (Sekretaris Kelurahan Babatan) membuat surat-surat keterangan tanah yang isinya tidak benar atau palsu.
Dimana kasus ini telah mencatut nama orang yang sesungguhnya bukan pemilik atas setengah waduk sebelah barat seluas 10.100 meter persegi, lalu data-data tersebut digunakan untuk membuat akta Perjanjian Ikatan Jual Beli dan Surat Kuasa di kantor Notaris- PPAT.
Dengan dasar akta Perjanjian Ikatan Jual Beli dan Surat Kuasa tersebut, selanjutnya pembeli mendaftarkannya ke Kantor BPN Surabaya dan pada 2005 terbit dua sertifikat, yakni SHGB nomor 4801 dan SHGB nomor 4802.
Berdasarkan hasil audit BPKP Provinsi Jawa Timur, besaran nilai kerugian negara dalam perkara tersebut kurang lebih sekitar Rp 20 Milyar. (hum/cak)