JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bahwa uang yang dikembalikan oleh Ustaz Khalid Basalamah terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 resmi disita sebagai barang bukti (barbuk) penyidikan.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa uang tersebut diduga kuat berasal dari tindak pidana jual-beli kuota haji tambahan.
“Penyitaan barang bukti itu tentu diduga terkait atau merupakan hasil dari tindak pidana. Keberadaannya dibutuhkan penyidik dalam proses pembuktian perkara,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa 16 September 2025.
KPK mendalami temuan adanya praktik jual-beli kuota haji khusus antar-biro travel. Modus ini muncul akibat kebijakan pembagian kuota tambahan haji 50:50 yang diterapkan Kementerian Agama.
“Ini rantai berkesinambungan dari diskresi kebijakan sampai pelaksanaan di lapangan,” jelas Budi.
Diketahui, Khalid Basalamah melalui biro perjalanannya diduga terlibat dalam penjualan kuota haji khusus. Ia kemudian mengembalikan uang hasil pungutan dari jemaah setelah diminta KPK.
Sebelumnya, Khalid mengungkapkan secara terbuka bahwa dirinya telah menyerahkan dana yang dipungut dari jemaah kepada KPK.
“Teman-teman KPK bilang, ‘Ustaz, ini 4.500 kali sekian jemaah kembalikan ke negara.’ Oke. Yang 37 ribu juga dikembalikan,” ujar Khalid dalam sebuah podcast.
Ia menyebut total dana yang dikembalikan mencapai USD 4.500 × 118 jemaah ditambah USD 37 ribu, yang semuanya disetorkan ke KPK.
KPK juga mendalami bagaimana Khalid bisa berangkat bersama jemaah menggunakan kuota haji tambahan. Awalnya disebut menggunakan jalur furoda, namun kemudian berpindah ke haji khusus.
Kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 ini telah masuk tahap penyidikan. Sejumlah pihak telah diperiksa, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, meski KPK belum menetapkan tersangka.
Tambahan kuota haji Indonesia tahun 2024 mencapai 20 ribu jemaah dengan pembagian 50:50 untuk haji reguler dan khusus. Padahal, UU hanya membatasi kuota haji khusus sebesar 8 persen dari total kuota nasional.
Akibat dugaan manipulasi kuota tersebut, KPK memperkirakan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun. HUM/GIT