JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Kisah Satria Arta Kumbara, mantan prajurit Marinir TNI AL yang desersi dan bergabung sebagai tentara bayaran Rusia, kini menjadi sorotan publik.
Setelah viral dengan pengakuannya di media sosial yang menunjukkan penyesalan mendalam, Satria memohon bantuan Presiden Prabowo dan pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi kepulangannya ke Tanah Air. Namun, jalan pulang Satria tidaklah mudah, karena status kewarganegaraannya menjadi kunci utama.
Menanggapi permohonan Satria, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi RI, Prof. Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan bahwa Satria masih bisa pulang ke Indonesia jika statusnya masih Warga Negara Indonesia (WNI).
“Kalau dia masih WNI tentu Pemerintah melalui Kemenlu akan membantu dan memfasilitasi,” kata Yusril pada Selasa 22 Juli 2025.
Namun, Yusril tidak dapat memastikan secara langsung status kewarganegaraan Satria saat ini. Ia menekankan bahwa hal tersebut harus dicek ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM RI.
Pernyataan Yusril ini senada dengan penjelasan Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, Anggota Komisi I DPR RI. Hasanuddin menegaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Pasal 23 butir d, seorang WNI kehilangan kewarganegaraannya jika:
“…masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden.”
Aturan serupa juga termaktub dalam Pasal 31 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2022. Lebih lanjut, Pasal 32 PP No. 21/2022 menyebutkan bahwa mekanisme kehilangan kewarganegaraan ini harus didahului pelaporan oleh instansi tingkat pusat (Kemenlu atau Kemendagri) kepada Kementerian Hukum dan HAM.
“Apabila sudah diproses dan atau mungkin, telah ditetapkan bahwa ybs kehilangan status WNI-nya oleh kementerian hukum, maka bukan menjadi kewajiban bagi Pemerintahan Indonesia untuk memberikan perlindungan kepada yang bersangkutan,” tandas Hasanuddin.
Sebelumnya, dalam sebuah video yang direkamnya sendiri dari Ukraina, Satria Arta Kumbara menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Luar Negeri Sugiono.
Ia mengaku tidak mengetahui bahwa tindakannya menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia akan mengakibatkan pencabutan status WNI-nya.
“Mohon izin Bapak. Saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya apabila ketidaktahuan saya, menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia mengakibatkan dicabutnya warga negara saya,” ucap Satria.
Satria menegaskan bahwa ia tidak pernah berniat mengkhianati negara. Keberangkatannya ke Rusia semata-mata untuk mencari nafkah. Ia merasa pencabutan status WNI-nya tidak sebanding dengan apa yang ia dapatkan sebagai pasukan bayaran.
Oleh karena itu, ia memohon bantuan pemerintah Indonesia untuk mengakhiri kontraknya, mengembalikan status WNI-nya, dan memulangkannya ke Tanah Air.
Kini, nasib Satria Arta Kumbara berada di tangan pemerintah, bergantung pada hasil pengecekan status kewarganegaraannya di Kementerian Hukum dan HAM RI. HUM/GIT