JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah keras tudingan diskriminasi dalam penanganan perkara dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jatim 2019-2022.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa setiap proses pemeriksaan dilakukan sesuai aturan yang berlaku dan berdasarkan pertimbangan yang jelas.
Banyak pertanyaan muncul mengapa Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, diperiksa di Surabaya, sementara mantan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi, diperiksa di Jakarta. Setyo Budiyanto pun memberikan klarifikasi detail mengenai hal ini.
Menurut Setyo, pemeriksaan terhadap Khofifah sejatinya sudah dijadwalkan pada 20 Juni. Namun, pihak Khofifah mengajukan permohonan penjadwalan ulang ke tanggal 24 Juni karena ada kegiatan keluarga yang tidak bisa ditunda, yakni menghadiri wisuda anaknya.
“Artinya bahwa sebenarnya yang bersangkutan sudah siap dilakukan pemeriksaan di tanggal 24 di KPK,” jelas Setyo kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 17 Juli 2025.
Sayangnya, pada tanggal 24 Juni, penyelidik KPK sudah memiliki jadwal lain, sehingga pemeriksaan urung terlaksana di tanggal tersebut.
Setelah komunikasi lebih lanjut, disepakati bahwa pemeriksaan dilakukan pada 10 Juli. Pemilihan tanggal dan lokasi di Surabaya ini didasari pertimbangan efisiensi, mengingat pada saat itu penyelidik sedang melaksanakan kegiatan di Jawa Timur.
“Untuk efisiensi dan lain-lain, maka dilakukanlah pemeriksaan di tanggal 10 itu di Surabaya,” kata Setyo.
Mengenai pemeriksaan Kusnadi di Jakarta, Setyo menjelaskan bahwa KPK sebenarnya berencana melakukan upaya paksa berupa penahanan terhadap mantan Ketua DPRD Jatim itu.
Namun, rencana tersebut batal karena hasil pemeriksaan medis Kusnadi menunjukkan adanya catatan kesehatan yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
“Tapi karena hasil pemeriksaan medis ada catatan medis yang harus diselesaikan dulu, sehingga upaya paksa nggak jadi dilakukan,” ungkap Setyo.
Setyo juga menegaskan bahwa tidak ada upaya diskriminatif terhadap Kusnadi. Ia mengungkapkan bahwa KPK juga pernah memeriksa Kusnadi di Jatim sebelumnya.
“Jadi sebetulnya tidak ada istilah diskriminasi. Di tanggal 24 Juni 2024, yang bersangkutan itu pernah, si tersangka ini, pernah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi di kantor BPKP Surabaya Jatim,” tutur Setyo.
“Jadi saya tegaskan kembali, sama sekali penyidik tidak melakukan diskriminasi terhadap para pihak-pihak tersebut. Semua dilakukan dengan pertimbangan dan bisa dipertanggungjawabkan bahwa kegiatannya itu sesuai dengan aturan yang berlaku di KPK,” pungkas Ketua KPK, mencoba meluruskan persepsi publik dan menegaskan komitmen KPK terhadap transparansi dan keadilan. HUM/GIT