JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Perkara dugaan suap di balik vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terus menyajikan fakta menarik di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, kini memberikan versinya terkait pesan misterius “jangan lupakan aku” yang ia sampaikan kepada hakim ketua pembebas Ronald, Erintuah Damanik. Rudi bersikukuh, pesan itu hanyalah pamitan sebelum pindah tugas ke PN Jakarta Pusat, bukan isyarat meminta uang.
Pernyataan Rudi ini disampaikan sebagai tanggapan atas kesaksian Erintuah Damanik pada Jumat 13 Juni 2025. Sebelumnya, Erintuah mengaku memaknai pesan tersebut sebagai permintaan jatah uang terkait vonis bebas Ronald.
Rudi menjelaskan, penunjukan majelis hakim untuk perkara Ronald—yang diketuai Erintuah Damanik dengan anggota Mangapul dan Heru Hanindyo—merupakan hasil diskusi dengan Wakil Ketua PN Surabaya.
“Itu didiskusikan lagi dengan Pak Wakil, jadi bukan saya yang menunjuk karena kan yang menetapkan Pak Wakil,” kata Rudi.
Kemudian, ia membantah keras tudingan bahwa pesan “jangan lupakan saya” adalah kode suap.
“Yang kedua terkait dengan, ‘Jangan lupakan saya’. Penting bagi saya Yang Mulia, untuk memastikan bahwa saya tidak bermakna apa pun menyampaikan itu selain untuk mengingatkan beliau bahwa saya akan dilantik di PN Jakarta Pusat, diskusinya tentang itu. Tapi kalau beliau menafsirkan kemudian sebagai mengingat untuk sesuatu itu bukan pemahaman saya,” ujar Rudi.
“Jadi dua itu aja ya?” tanya ketua majelis hakim Iwan Irawan. “Iya, saya nggak ada maksud untuk meminta sesuatu terkait itu,” jawab Rudi tegas.
Meski Rudi membantah, Erintuah Damanik tetap pada keterangannya. Erintuah sebelumnya mengungkapkan bahwa Rudi menyampaikan pesan “jangan lupakan aku” sebanyak tiga kali. Menurutnya, ia memaknai pesan itu sebagai permintaan jatah uang terkait vonis bebas Ronald.
Bahkan, Erintuah mengaku telah menyisihkan SGD 20 ribu (sekitar Rp 240 juta) untuk Rudi sebagai respons atas pesan tersebut, ditambah SGD 10 ribu untuk panitera pengganti.
“Pada tanggal 10, saya ketemu lagi dengan hakim anggota, saya bagikan uangnya. Saya serahkan uangnya. Saya bagi semuanya di situ, saya, Mangapul, dan Heru. Pada saat pembagian saya bilang, Pak Ketua ada tiga kali ngomong, ‘jangan lupakan saya, tolong disisihkan’ akhirnya kita sisihkanlah uang di situ, SGD 20 ribu untuk Pak Ketua, SGD 10 ribu untuk PP,” jelas Erintuah.
Namun, uang itu belum sempat diserahkan kepada Rudi karena perkara Ronald menjadi viral.
“Tapi, setelah putusan, perkara ini booming, Pak. Jadi uang itu masih saya pegang, sampai pada saat itu. Kemudian, uang itu sudah saya serahkan, sudah saya kembalikan kepada penyidik. Semua yang kita terima sudah saya serahkan kepada penyidik,” imbuh Erintuah.
Dalam kasus ini, Rudi didakwa menerima gratifikasi senilai SGD 43 ribu dari pengacara Ronald, Lisa Rachmat, untuk memuluskan vonis bebas Ronald Tannur.
“Sebagai Ketua Pengadilan Negeri Surabaya menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang tunai sebesar SGD 43 ribu dari Lisa Rachmat selaku advokat atau penasihat hukum dari Gregorius Ronald Tannur,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa meyakini uang tersebut diberikan agar Rudi menunjuk majelis hakim yang sesuai dengan keinginan Lisa, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yaitu supaya Terdakwa Rudi Suparmono selaku Ketua Pengadilan Negeri Surabaya menunjuk majelis hakim dalam perkara pidana Gregorius Ronald Tannur yang sesuai dengan keinginan dari Lisa Rachmat,” tegas jaksa.
Tidak hanya itu, Rudi juga didakwa menerima suap lain dengan total konversi mencapai Rp 21.963.626.339,8 (Rp 21 miliar lebih). Uang tunai dalam berbagai mata uang—Rp 1,7 miliar, USD 383 ribu, dan SGD 1.099.581—ditemukan penyidik saat menggeledah rumah Rudi. Jaksa menduga uang tersebut adalah gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan Rudi dan tidak pernah dilaporkan ke KPK.
Rudi Suparmono didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor. HUM/GIT