SURABAYA, Memoindonesia.co.id – Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Achmad Nurdjayanto, menyesalkan penutupan sejumlah destinasi wisata heritage di Kota Surabaya saat momentum libur panjang.
Politisi Partai Golkar ini menilai, kondisi tersebut sangat disayangkan karena seharusnya menjadi peluang emas untuk menarik wisatawan. Libur Panjang momentum yang tepat bagi lokasi wisata untuk memperlihatkan kepada masyarakat.
“Ini sangat disayangkan, apalagi dalam beberapa hari terakhir kita mengalami libur panjang,” ujar anggota DPRD Surabaya dari Dapil 2 Surabaya, Selasa, 13 Mei 2025.
Penutupan tersebut terjadi pada beberapa situs bersejarah penting, seperti Rumah Kelahiran Bung Karno, Monumen Tugu Pahlawan, Bus SSCT – Balai Pemuda, Museum Olahraga, Museum WR Soepratman, Museum HOS Tjokroaminoto, Museum Gedung Siola, Museum Pendidikan, dan Museum Sepuluh Nopember yang tidak beroperasi sejak Senin, 12 Mei 2025.
Menurut Achmad, momen libur panjang seharusnya menjadi berkah, namun justru menjadi catatan buruk akibat kurangnya kesiapan dan pengelolaan destinasi wisata yang belum optimal. Hal ini, lanjutnya, dapat menciptakan citra negatif bagi pariwisata Surabaya.
“Ini yang harus segera dibenahi. Saya sangat menyayangkan banyaknya destinasi wisata heritage yang tutup di saat momen liburan. Padahal ini adalah waktu yang tepat untuk memperkenalkan Surabaya ke khalayak yang lebih luas,” tegas Achmad yang sebelum jadi wakil rakyat merupakan tim khusus Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir.
Politisi ini juga menekankan bahwa Surabaya memiliki keterbatasan dalam hal potensi wisata alam, sehingga potensi sejarah dan warisan budayanya harus dimaksimalkan.
“Seharusnya ada perlakuan khusus agar upaya pengelolaan ini terlihat nyata. Surabaya tidak bisa hanya mengandalkan wisata alam karena memang tidak banyak spot alam yang bisa dijual. Potensi sejarah inilah yang perlu diperkuat,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Achmad menyoroti momentum keberhasilan Surabaya sebagai tuan rumah acara nasional, seperti Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), yang seharusnya dimanfaatkan untuk mempromosikan wisata sejarah.
“Momen seperti ini seharusnya bisa dimanfaatkan dengan baik. Bisa saja masih banyak tamu dari luar kota, termasuk delegasi APEKSI, yang tertarik menikmati wisata heritage kita. Tapi sayangnya, justru tutup. Ini bisa membentuk citra negatif di mata wisatawan,” tandasnya. HUM/CAK