SURABAYA, Memoindonesia.co.id – Ivan Sugiamto, terdakwa perundungan siswa SMA Kristen Gloria 2 Surabaya bisa tersenyum ketika jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menuntutnya hanya 10 bulan penjara, Rabu 19 Maret 2025.
Selain hukum badan, jaksa juga memberikan pidana denda Rp 5 juta subsider 1 bulan penjara.
Padahal di pasal 80 ayat (1) jo pasal 76c Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menjadi dakwaan alternatif pertama yang terbukti disebutkan dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.
“Menuntut terdakwa Ivan Sugiamto dengan pidana penjara selama 10 bulan denda Rp 5 juta subsider 1 bulan penjara,” ujar Jaksa Ida Bagus Putu Widnyana.
Tambah Bagus yang juga Kasi Pidum Kejari Surabaya ini mengatakan, bahwa tuntutan tersebut berdasarkan pertimbangan dengan melihat fakta di persidangan. Selain itu, lanjut Bagus juga memperhatikan beberapa hal yang menjadi pertimbangan penuntut umum yang memberatkan dan meringankan.
“Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa mencederai keadilan anak, mengakibatkan anak ETH mempunyai rasa kecemasan, traumatik dan depresi. Perbuatan terdakwa melanggar norma hukum dan kesusilaan. Hal-hal yang meringankan terdakwa sopan di persidangan, berterus terang, dan tidak pernah melakukan tindakan pidana,” ujar Bagus didampingi Jaksa Galih Riana Putra Intaran.
Bagus menambahkan, dalam tuntutan berdasarkan fakta yuridis seperti yang terungkap di persidangan.
“Sudah terungkap. Yaitu dengan mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan,” pungkas Bagus.
Sementara itu, Billy Handiwiyanto, penasihat hukum (PH) Ivan Sugiamto mengatakan, bahwa tuntutan yang diterima kliennya sangat layak. “Itu layak,” tegas Billy.
Billy menambahkan, bahwa banyak fakta-fakta sidang yang ditemukan. “Maaf. Dia (anak korban, red) yang memulai dulu. Jadi perbuatan ini ada sebab akibatnya,” tambah Billy.
Lanjutnya, bahwa hal ini terungkap ketika pemeriksaan saksi anak ETH yang dilakukan sidang tertutup. Di sana disebutkan adanya perdamaian.
“Guru, Ibu ETH, dan semua pihak mengatakan bahwa masih ada perdamaian dan ini masih berlaku secara hukum,” tambahnya.
Bahkan, saat itu majelis hakim sempat mengingatkan saksi anak ETH untuk tidak berbohong ketika memberikan kesaksian.
“Saksi anak ETH sempat ditegur Yang Mulia. Jika keterangan palsu akan ada sanksinya,” jelas Billy.
Dalam pledoi nanti, pihaknya akan membeberkan semua fakta yang ada. Termasuk bukti percakapan anak ETH yang menyebut anak terdakwa dengan sebutan anjing di sekolahan.
“Kami punya bukti itu. Dan akan kami buktikan di persidangan,” pungkas Billy. HUM/GIT