SURABAYA, Memoindonesia.co.id – Ivan Sugiamto mengakui di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Rabu 12 Maret 2025 bahwa dirinya memerintahkan seorang siswa, ETH, untuk bersujud dan menggonggong.
Tindakan ini disebut sebagai bentuk pembelajaran setelah anaknya, EM, menjadi korban bullying di SMAK Gloria 2 Surabaya.
Menurut Ivan, EM mengalami perundungan berulang kali, termasuk dihina dengan sebutan “anjing pudel.” Hal itu membuatnya merasa perlu turun tangan membela sang anak.
“Kamu bilang anak saya anjing, saya sebagai orang tua tidak terima,” ujar Ivan, menirukan ucapannya saat kejadian pada 21 Oktober 2024. Ia lalu meminta ETH bersujud dan menggonggong sebagai bentuk pembelajaran.
Saksi Dave Emanuel, yang berada di lokasi saat kejadian, mengungkapkan bahwa kasus ini sebelumnya telah diselesaikan secara damai dalam mediasi yang difasilitasi oleh pihak sekolah. Namun, kasus ini tetap bergulir ke pengadilan setelah dilaporkan oleh pihak sekolah.
Billy Handiwiyanto, kuasa hukum Ivan Sugiamto, mempertanyakan alasan pelaporan tersebut.
“Jika kedua belah pihak sudah berdamai, mengapa kasus ini masih diungkit? Pihak sekolah merasa dirugikan, padahal korban sendiri sudah berdamai dengan klien kami,” ujar Billy.
Ia juga menyoroti dampak psikologis bagi EM dan ETH akibat proses hukum yang berlanjut.
“Dengan sidang ini, anak-anak harus menjadi saksi, membolos sekolah, dan mengalami tekanan mental. Di mana prinsip ‘best interest of child’?” tambahnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut metode pembelajaran yang kontroversial serta dampak hukum terhadap anak-anak yang terlibat. Sidang akan terus berlanjut untuk menentukan status hukum Ivan Sugiamto dalam kasus ini. HUM/GIT