JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Hakim menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap pengusaha money changer yang juga dikenal sebagai crazy rich, Helena Lim. Vonis tersebut terkait kasus korupsi pengelolaan komoditas timah.
Pembacaan vonis berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin 30 Desember 2024. Vonis ini lebih rendah jika dibandingkan tuntutan jaksa sebelumnya. Selain itu, hakim menghukum Helena membayar uang pengganti Rp 900 juta.
“Menghukum Terdakwa Helena untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 900 juta paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap,” kata ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Harta benda Helena juga berpotensi dirampas dan dilelang apabila tidak membayar uang pengganti. Namun, jika hartanya tak mencukupi, diganti dengan 1 tahun kurungan.
“Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut dengan ketentuan, apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun,” ujar hakim.
Denda Rp 750 Juta
Helena juga dihukum denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara. Hakim mengatakan harta benda Helena dapat dirampas dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Namun, jika tak mencukupi, diganti dengan 1 tahun kurungan.
Hakim Perintahkan Aset Helena Lim Dikembalikan
Hakim memerintahkan jaksa mengembalikan aset milik Helena yang telah disita. Hakim menilai aset Helena yang disita tak memenuhi syarat penyitaan.
“Dapat disimpulkan bahwa segenap aset yang disita tersebut tidak memenuhi satu pun syarat penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1 KUHAP. Sehingga sudah sepatutnya aset tersebut dinyatakan demi hukum tidak dapat disita untuk perkara a quo,” kata hakim anggota Fajar Kusuma Aji.
Hakim menyatakan seluruh aset Helena yang disita tak terkait dengan kasus korupsi pengelolaan timah. Hakim menyatakan aset itu diperoleh di luar tempus waktu kasus tersebut.
“Majelis Hakim berpendapat bahwa terkait dengan penyitaan terhadap aset milik Terdakwa Helena diperoleh sebelum atau sesudah atau di luar tempus dugaan tindak pidana di mana atas perolehan dana pengamanan seolah-olah dana CSR dari pihak smelter swasta tersebut ke rekening PT QSE adalah sejak awal 2019, dan aset yang tidak terkait dugaan tindak pidana haruslah dikembalikan kepada Terdakwa Helena,” ujar hakim.
Hakim menyatakan Helena juga mengikuti program pengampunan pajak atau tax amnesty tahun 2016 dan program pengungkapan sukarela tahun 2022. Hakim menyatakan aset yang tercantum dalam program tax amnesty memiliki kekuatan hukum dan tak bisa dilakukan penyitaan.
“Dan putusan MK Nomor 37 Tahun 2016 beserta penjelasannya, seluruh harta yang telah diungkapkan dalam program tax amnesty dan PPS tersebut telah memiliki kekuatan hukum yang mengikat atau final and binding. Mengingat telah diverifikasi dan divalidasi oleh negara dengan diterbitkannya surat keterangan pengampunan pajak dan surat keterangan pengampunan hak bersih. Di samping itu, dengan dilakukan penyetoran sendiri PPh serta diterbitkannya surat keterangan pengampunan pajak dan surat keterangan pengungkapan harta bersih,” ucap hakim.
“Maka, tambahan harta atas keikutsertaan dalam program tax amnesty dan PPS tersebut telah dapat dibuktikan validitas dan eksistensinya berdasarkan mekanisme peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, sudah sepatutnya aset tersebut dinyatakan demi hukum tidak dapat disita dan dijadikan sebagai dasar penyidikan, penyelidikan dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak,” tambahnya.
Harvey Divonis 6,5 Tahun Penjara
Sementara itu, pengusaha Havey Moeis divonis 6 tahun 6 bulan penjara. Dalam perkara ini, hakim mengatakan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun.
Sidang pembacaan putusan terhadap Harvey digelar sepekan sebelumnya atau Senin 23 Desember 2024 di Pengadilan Tipikor Jakarta. Harvey dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah secara bersama-sama dan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan,” kata hakim ketua Eko Aryanto saat membacakan amar putusan.
Denda Rp 1 Miliar
Harvey dihukum membayar denda. Denda yang harus dibayar Harvey sebesar Rp 1 miliar. Jika tak dibayar, diganti dengan kurungan 6 bulan.
Harvey juga dihukum membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar. Apabila tidak dibayar, harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk mengganti kerugian atau apabila jumlah tidak mencukupi maka diganti hukuman 2 tahun penjara.
Seluruh Harta Harvey yang Disita Dirampas Negara
Berbeda dengan Helena, hakim memerintahkan semua aset milik Harvey Moeis dirampas untuk negara. Harta suami artis Sandra Dewi itu telah disita jaksa.
“Menimbang terhadap barang bukti aset milik terdakwa yang telah disita dalam perkara terdakwa, majelis hakim berpendapat bahwa barang bukti aset milik terdakwa tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pengganti kerugian keuangan negara yang akan dibebankan kepada terdakwa,” kata hakim saat membacakan pertimbangan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakpus, Senin 23 Desember 2024.
Aset Harvey yang disita untuk dirampas di antaranya town house, tas, logam mulia, rekening deposito senilai Rp 33 miliar, Ferrari hingga Mercy.
Hakim sependapat dengan penuntut umum mengenai barang bukti yang disita sebagaimana tertuang dalam tuntutan.
“Menimbang mengenai status barang bukti selebihnya majelis hakim sependapat dengan penuntut umum sebagaimana dalam tuntutannya,” ujar hakim. HUM/GIT