SURABAYA, Memoindonesia.co.id – Sidang gugatan Edwin Soeryadjaya dkk terhadap pembangunan Gedung Kedutaan Besar India di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Para penggugat meminta penghentian pembangunan Kedubes India dan menuntut ganti rugi sebesar Rp 3 triliun. Mengenai gugatan tersebut, pengacara Kedutaan Besar India di Indonesia, Dr. Syaiful Ma’arif, SH, CN, MH angkat bicara.
Kata Syaiful, bahwa Kedubes India memiliki hak imunitas atas yurisdiksi pidana, perdata, dan administrasi di negara penerima (dalam hal ini Republik Indonesia), dalam bentuk apa pun.
“Oleh karena itu, pengadilan di Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk mengadili perkara yang objeknya adalah Kedubes India,” tegas Syaiful dalam keterangannya, Minggu, 26 Oktober 2024 di Surabaya.
Pendiri Advokat Muslim Nasional (AMN) ini menambahkan bahwa sebagai negara berdaulat, Indonesia harus menghormati tindakan negara berdaulat lainnya. Seorang hakim dari satu negara berdaulat tidak dapat mengadili tindakan negara berdaulat lainnya.
“Dengan demikian, Kedutaan Besar India seharusnya tidak dapat ditarik sebagai pihak dalam perkara Nomor: 316/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Tim,” sambung Syaiful Ma’arif.
Syaiful juga menekankan bahwa Kedutaan Besar India adalah perwakilan diplomatik resmi yang keberadaannya didasarkan pada Konvensi Wina 1961 Tentang Hubungan Diplomatik (yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 1 Tahun 1982).
Alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini menjelaskan bahwa Kedutaan Besar India di Indonesia memiliki hak tidak dapat diganggu gugat (the right of inviolability), hak perlindungan diplomatik (right to protection), dan hak imunitas (the right of immunity). Hak-hak ini berlaku terhadap yurisdiksi kriminal, sipil, maupun administratif di negara penerima.
“Dengan merujuk pada hal tersebut, maka gedung perwakilan atau misi dari Kedutaan Besar India yang menjadi objek perkara ini juga memiliki hak tidak dapat diganggu gugat karena berada dalam yurisdiksi kedaulatan Negara India. Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 1 huruf (i), Pasal 22 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 41 ayat (1) Konvensi Wina Tahun 1961 Tentang Hubungan Diplomatik,” jelas Wakil Ketua Umum DPN Peradi tersebut.
Syaiful menegaskan bahwa secara hukum, gugatan terhadap Kedubes India tidak memenuhi syarat formal. Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak berwenang mengadili perkara ini.
Selain itu, Kedutaan Besar India sebagai perwakilan diplomatik resmi negara India di Indonesia bukanlah subjek hukum yang dapat ditarik sebagai pihak dan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum sebagaimana dimaksud oleh para penggugat.
“Terlebih lagi, terdapat permintaan yang tidak masuk akal dalam petitum Nomor 4, yaitu agar Kedubes India tidak menggunakan dan memanfaatkan tanah serta bangunan yang berada dalam yurisdiksi mereka. Juga tuntutan ganti rugi yang berlebihan sebesar Rp 3 triliun,” pungkasnya. HUM/BAD