JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Fakta mengejutkan mengenai judi online terungkap: jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait judi online paling tinggi di Indonesia.
Angka transaksi judi online bahkan melampaui transaksi mencurigakan dalam kasus korupsi, dengan nilai transaksi mencapai Rp 600 triliun pada kuartal pertama tahun 2024.
“Nah, itu nilainya di 2023 Rp 397 triliun, dan di semester satu ini yang seperti disampaikan Pak Kepala PPATK Ivan Yustiavandana itu nembus angka Rp 600 triliun lebih pada kuartal pertama di 2024,” kata Koordinator Humas PPATK, Natsir Kongah, dalam diskusi daring bertajuk ‘Mati Melarat karena Judi’ pada Sabtu, 15 Juni 2024.
Akumulasi laporan transaksi keuangan terkait judi mencapai 32,1 persen, sementara korupsi hanya 7 persen.
“Secara akumulasi, judi merupakan bagian yang cukup besar dari laporan transaksi keuangan mencurigakan yang kita terima, yaitu 32,1 persen. Sementara penipuan di bawahnya ada 25,7 persen, tindak pidana lain 12,3 persen, dan korupsi hanya 7 persen,” tambahnya.
Pemain Judi Online Ada 3,2 Juta Orang
Dalam kesempatan yang sama, Natsir juga mengungkapkan bahwa jumlah pemain judi online di Indonesia mencapai 3,2 juta orang, termasuk pelajar hingga ibu rumah tangga.
“Sampai saat ini, sudah ada 5.000 rekening yang kita blokir. Dari 3,2 juta pemain judi online yang teridentifikasi, rata-rata mereka bermain di atas Rp 100 ribu. Hampir 80 persen dari 3,2 juta pemain tersebut bermain di atas Rp 100 ribu,” ungkapnya.
Natsir menyoroti dampak negatif judi online terhadap ekonomi keluarga. “Ada pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga yang terlibat. Pendapatan keluarga misalnya Rp 200 ribu per hari, kalau Rp 100 ribu digunakan untuk judi online, itu sangat signifikan mengurangi gizi keluarga. Jika terus berlanjut, tentunya Rp 100 ribu bisa dibelikan susu anak,” imbuhnya.
Uang Judi Online Rp 5 Triliun di Luar Negeri
PPATK memiliki cara sendiri untuk mendeteksi rekening yang berkaitan dengan judi online. Natsir menyatakan bahwa PPATK mengetahui mekanisme perputaran uang judi online.
“Kami mengetahui mekanisme dari pelaku yang mengirim uang ke bandar kecil, dari bandar kecil ke bandar besar, dan sebagian besar uang judi online dilarikan ke luar negeri, dengan nilai di atas Rp 5 triliun,” ucapnya.
Terkait negara-negara tersebut, Natsir tidak menjelaskan rinci, hanya menyebut bahwa aliran judi online terdapat di beberapa negara ASEAN seperti Thailand, Filipina, dan Kamboja.
Modus Jual Beli Rekening
Natsir juga mengungkapkan alasan mengapa judi online terus ada meskipun PPATK telah memblokir 5 ribu rekening.
“Upaya yang dilakukan oleh Kominfo dan OJK terus berlanjut dalam pemblokiran. Namun, permintaan masyarakat terhadap judi online masih tinggi, dan ada pihak yang memperjualbelikan rekening untuk judi online,” jelasnya.
Saat ditanya apakah modus beli rekening ini digunakan untuk mengendalikan judi online atau hanya meminjam nama pemilik rekening, Natsir tidak memberikan rincian lebih lanjut. Dia hanya menegaskan bahwa modus operandi pelaku judi online sangat beragam.
“Modus operandi oleh pelaku, khususnya bandar judi, sangat beragam,” pungkasnya. HUM/GIT