JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 308 miliar dan gratifikasi Rp 137 miliar dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa 18 November 2025.
Nurhadi sebelumnya divonis enam tahun penjara dalam kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 49 miliar.
Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yang menuntut 12 tahun penjara.
Setelah bebas dari Lapas Sukamiskin, Nurhadi kembali ditangkap KPK terkait dugaan TPPU dan menjalani penahanan sejak 29 Juni 2025.
Jaksa menilai Nurhadi menerima gratifikasi Rp 137.159.183.940 dari pihak yang beperkara di lingkungan pengadilan, baik saat menjabat Sekretaris MA maupun setelahnya.
“Melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi …” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Gratifikasi diterima melalui rekening menantunya, Rezky Herbiyono, dan beberapa rekening orang lain atas perintah Nurhadi dan Rezky.
Jaksa merinci penerimaan dari Hindria Kusuma, Bambang Harto Tjahjono, PT Sukses Abadi Bersama, Dion Hardie, PT Sukses Expamet, PT Freight Express Indonesia, dan pihak lain.
Nurhadi juga didakwa TPPU sebesar Rp 307.206.571.463 dan USD 50.000.
Pencucian uang dilakukan melalui pembelian tanah dan bangunan senilai Rp 138,5 miliar serta kendaraan bermotor senilai Rp 6,2 miliar.
Jaksa menyatakan penghasilan resmi Nurhadi tidak sebanding dengan harta kekayaannya sehingga asal-usul uang tersebut diduga tidak sah.
Nurhadi dianggap melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Rincian aset TPPU Nurhadi antara lain: kebun sawit di Sumatera Utara senilai puluhan miliar, tiga unit apartemen di SCBD Jakarta, tanah dan bangunan di Jakarta dan Sidoarjo, serta vila di Bogor.
Kendaraan mewah senilai Rp 6,218 miliar yang dibeli Nurhadi termasuk mobil Mercedes-Benz, Toyota Fortuner, Mitsubishi Pajero, dan ekskavator Hitachi.
Jaksa mengungkap bahwa Nurhadi hanya melaporkan LHKPN Rp 25,7 miliar pada periode 2012-2016, jauh lebih rendah dibanding dugaan gratifikasi Rp 137 miliar yang diterimanya. HUM/GIT

