SURABAYA, Memoindonesia.co.id – Sebanyak delapan jenazah korban ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, telah dibawa ke RS Bhayangkara HS Samsoeri Mertojoso Surabaya. Namun, proses identifikasi memerlukan waktu hingga tiga hari.
Kabid Dokkes Polda Jatim, Kombespol dr M Khusnan Marzuki, menyampaikan bahwa tes DNA menjadi solusi terakhir apabila metode identifikasi visual maupun sidik jari tidak memungkinkan.
“Tes DNA bisa cepat atau lambat, namun dalam kondisi terbaik hasilnya sekitar tiga hari,” ujar Khusnan, Jumat 3 Oktober 2025.
Dari delapan jenazah yang sudah diterima, lima di antaranya telah melalui proses identifikasi meskipun masih memerlukan pendalaman lebih lanjut. Sedangkan tiga jenazah lainnya masih dalam tahap pemeriksaan.
Khusnan menambahkan, identifikasi paling efektif dilakukan melalui data gigi, terutama bagi korban yang memiliki riwayat pemeriksaan gigi atau foto panoramic. Sementara sidik jari sulit digunakan karena kondisi jenazah sebagian besar sudah rusak akibat lebih dari tiga hari pascakejadian.
“Oleh karena itu, kami juga menyiapkan pemeriksaan DNA sebagai metode terakhir. Besok pagi sampel DNA yang sudah diambil dari keluarga akan langsung dikirim ke Pusat Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian Republik Indonesia (Pusdokkes Polri),” jelasnya.
Hingga kini, tim medis telah mengumpulkan 57 sampel DNA dari pihak keluarga. Jumlah tersebut kemungkinan masih bertambah, seiring laporan tambahan dari keluarga korban.
Selain DNA, tim DVI juga membutuhkan dukungan data ante mortem dari keluarga untuk mempercepat proses identifikasi. Data tersebut meliputi foto terakhir korban, pakaian terakhir yang dikenakan, hingga barang-barang pribadi.
“Data identitas harus diberikan oleh keluarga, bukan tim, agar tidak terjadi salah identifikasi,” tegas Khusnan.
Secara umum, kondisi jenazah masih utuh meskipun terdapat kerusakan pada beberapa bagian tubuh akibat proses alamiah. Seluruh tahapan identifikasi dilakukan dengan mengacu pada panduan internasional. HUM/GIT