SIDOARJO, Memoindonesia.co.id – Di bawah reruntuhan bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo, suara lirih Syahlendra Haikal (13), atau Haikal, sempat mengajak temannya salat berjemaah Isya. Namun, pada Subuh esoknya, ajakan itu tak lagi disahut. Haikal pun sadar, sahabatnya telah meninggal dunia.
Kisah ini disampaikan Haikal saat dijenguk Senator DPD RI asal Jatim, Lia Istifhama, di RSUD Notopuro Sidoarjo, Kamis 2 Oktober 2025.
Meski tubuhnya terjepit dan hanya bisa berbaring di bawah puing beton, Haikal tetap menunaikan salat. Ia sempat mengajak temannya di bawah reruntuhan untuk salat berjemaah.
“Ayo salat, ayo salat,” kata Haikal menirukan kalimatnya, sambil masih terbaring di ruang perawatan. Ajakan itu muncul setelah mendengar suara seseorang mengimami, meski identitas orang tersebut tidak diketahui. Namun, saat Subuh tiba, sahutan dari temannya tak lagi terdengar.
Saat itu, Haikal menyadari temannya telah meninggal. Ia pun bertahan dalam kondisi lemah di dekat jasad sahabatnya.
Haikal berhasil dievakuasi petugas pada Rabu 1 Oktober 2025 pukul 15.22 WIB, tak jauh dari posisi temannya yang meninggal dalam keadaan sujud. Ia menjadi korban ke-13 yang dikeluarkan dari puing reruntuhan dalam kondisi selamat.
Cerita Haikal membuat ibundanya, Dwi Ajeng, terharu. Ia memuji ketaatan dan keimanan anaknya yang tetap menunaikan salat meski dalam kondisi terjepit di kegelapan.
“Bayangkan, di tengah kegelapan dan puing yang menindih, anak saya masih ingat salat. Itu membuat saya bersyukur sekaligus menangis,” ucapnya.
Selain tetap salat, Haikal juga memilih tidak meminum dua botol air yang ada di dekatnya karena merasa bukan haknya. “Dia bilang itu bukan haknya. Dia takut meminum air itu karena bukan miliknya. Anak sekecil itu bisa berpikir sejernih itu, Masya Allah,” tutur Ajeng.
Haikal sengaja tidak banyak bergerak untuk menghemat energi, sebuah tindakan yang ia terapkan berdasarkan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) di sekolah.
“Dia memilih diam agar tetap bertahan hidup,” tambah Ajeng.
Cerita Haikal membuat Lia Istifhama tak kuasa menahan air mata. Perempuan yang akrab disapa Ning Lia menilai kisah bocah 13 tahun ini sebagai pelajaran mahal.
“Dia bukan hanya kuat secara fisik, tapi juga sangat cerdas dan beriman. Dalam kondisi paling mencekam, ia tetap ingat salat dan bahkan mengimplementasikan ilmu yang diajarkan di sekolahnya. Ini pelajaran mahal untuk kita semua,” ujar Ning Lia.
Usai sembuh, Haikal berencana kembali bersekolah di SMPN 1 Probolinggo dekat rumah keluarganya. Ia bercita-cita tetap menuntut ilmu demi masa depannya. HUM/GIT