JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengumumkan secara resmi 21 tersangka dugaan korupsi terkait pengurusan dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2019-2022, Kamis 2 Oktober 2025.
Dari 21 tersangka, empat orang merupakan pihak penerima suap, yakni Kusnadi (KUS) selaku Ketua DPRD Jatim, Anwar Sadad (AS) selaku Wakil Ketua DPRD Jatim, Achmad Iskandar (AI) selaku Wakil Ketua DPRD Jatim, dan Bagus Wahyudiono (BGS) selaku staf AS.
Sementara 17 tersangka pemberi suap terdiri dari:
- Mahud (MHD) selaku anggota DPRD Provinsi Jawa Timur 2019–2024;
- Fauzan Adima (FA) selaku Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Sampang 2019–2024;
- Jon Junaidi (JJ) selaku Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Probolinggo 2019–2024;
- Ahmad Heriyadi (AH), Ahmad Affandy (AA), dan Abdul Motollib (AM) selaku pihak swasta dari Kabupaten Sampang;
- Moch. Mahrus (MM) selaku pihak swasta di Probolinggo yang saat ini menjadi anggota DPRD Jatim 2024–2029;
- A. Royan (AR) dan Wawan Kristiawan (WK) selaku pihak swasta dari Tulungagung;
- Sukar (SUK) selaku mantan Kepala Desa dari Tulungagung;
- Ra. Wahid Ruslan (RWR) dan Mashudi (MS) selaku pihak swasta dari Kabupaten Bangkalan;
- M. Fathullah (MF) dan Achmad Yahya (AY) selaku pihak swasta dari Pasuruan;
- Ahmad Jailani (AJ) selaku pihak swasta dari Sumenep;
- Hasanuddin (HAS) selaku pihak swasta dari Gresik yang kini menjadi anggota DPRD Jatim 2024–2029;
- Jodi Pradana Putra (JPP) selaku pihak swasta dari Blitar.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, perkara ini merupakan pengembangan dari kegiatan tangkap tangan pada Desember 2022 terhadap Sahat Tua Simanjuntak, Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024.
“Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, maka berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan 21 orang sebagai tersangka,” ujar Asep.
Dia menambahkan, selain penyusunan aspirasi tidak berbasis pada kebutuhan riil masyarakat, anggaran untuk program pokok pikiran (Pokir) juga dikutip oleh oknum tertentu.
“Akibatnya, kualitas program yang dilaksanakan menjadi tidak optimal. Demikian halnya, jika program tersebut berupa pembangunan proyek fisik, kualitas dan spesifikasinya tidak sesuai standar,” jelas Asep. HUM/GIT