SURABAYA, Memoindonesia.co.id – Perkembangan situasi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini nyaris setiap hari diwarnai oleh aksi unjuk rasa, demonstrasi, dan berbagai bentuk ketidakpuasan masyarakat. Jika kondisi ini terus berlanjut, tentu akan berdampak buruk bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain itu, ketegangan geopolitik internasional, khususnya di kawasan Semenanjung Arab, turut memengaruhi stabilitas global yang berdampak langsung pada perekonomian, hubungan luar negeri, serta harga energi dan minyak dunia.
Melihat situasi ini, Achmad Hidayat mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama melakukan refleksi dan pengakuan atas kesalahan yang pernah dilakukan, sebagai langkah awal untuk memperbaiki diri demi keselamatan dan kemajuan bangsa Indonesia.
“Saat ini kita dipertontonkan bahwa banyak pemimpin di berbagai tingkatan hanya menjadi ‘Yes Man’, bukan ‘Right Man’. Akibatnya, justifikasi, pembunuhan karakter, dan konflik menjadi hal yang lumrah,” ungkap Achmad Hidayat.
Ia menjelaskan bahwa “Yes Man” adalah mereka yang berusaha memenuhi semua tuntutan dan ekspektasi masyarakat, seolah-olah tanpa batas. Padahal, manusia bukanlah malaikat — setiap orang memiliki kekhilafan yang bisa muncul dari kekeliruan kalkulasi, tekanan pikiran, maupun faktor emosional.
Sebaliknya, “Right Man” adalah sosok yang sadar akan batas kemampuannya, berani mengatakan yang benar, dan tetap memberikan upaya terbaik dengan terus memperbaiki diri.
“Selama ini yang ditampilkan hanyalah sisi baik dan prestasi semata. Ketika muncul satu kekurangan kecil, langsung menjadi sorotan dan cemoohan publik,” lanjutnya.
Achmad Hidayat menegaskan pentingnya budaya pengakuan kesalahan. Menurutnya, hal ini justru menunjukkan sikap kepemimpinan yang gentle dan ksatria, bukan kelemahan. Masyarakat seharusnya tidak menghujat, melainkan memberikan dukungan moril dan masukan konstruktif agar para pemimpin dapat membuat kebijakan yang lebih baik ke depannya.
“Seperti konsep Yin dan Yang, jangan sampai karena satu titik kesalahan semua kebaikan dilupakan. Sebaliknya, jangan pula karena seseorang tampak bersih dan pandai menutupi, lalu dipuja-puja, padahal menyimpan kesalahan yang lebih besar,” tegasnya.
Melalui Gerakan Pengakuan Kesalahan, Achmad Hidayat berharap akan tumbuh kesadaran kolektif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara — sebuah kesadaran yang melahirkan kasih sayang antarsesama anak bangsa, saling menjaga, dan saling memiliki. HUM/CAK