SURABAYA, Memoindonesia.co.id – Kota Surabaya menghadapi tantangan besar di sektor ketahanan pangan. Berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya, kebutuhan beras warga kota ini mencapai 15.775 ton per bulan.
Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 mencatat, Surabaya masih memiliki 1.127,3 hektare lahan sawah yang tersebar di 13 kecamatan, antara lain Benowo, Bulak, Gayungan, Jambangan, Karangpilang, Lakarsantri, Pakal, Rungkut, Sambikerep, Sukolilo, Tandes, Wiyung, dan Wonocolo.
Menanggapi kondisi tersebut, politisi muda PDI Perjuangan Achmad Hidayat mengusulkan agar Pemkot Surabaya memaksimalkan potensi lahan yang ada melalui inovasi.
Dua program yang ia dorong adalah pembentukan Lumbung Pangan Kota dan pengolahan singkong menjadi beras singkong sebagai alternatif sumber karbohidrat.
“Bahan baku singkong harganya terjangkau, produktivitas per hektarnya bisa lima kali lipat dibanding padi, dan lebih tahan terhadap cuaca ekstrem. Jika dipopulerkan, beras singkong bisa menjadi tonggak ketahanan pangan,” ujar Achmad, Sabtu, 9 Agustus 2025.
Ia menjelaskan, beras singkong tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan karbohidrat, tetapi juga memiliki manfaat kesehatan seperti membantu menurunkan kadar gula darah. Menurutnya, kedaulatan pangan akan terwujud jika diversifikasi pangan berjalan dan kesadaran masyarakat meningkat.
“Kita harus ingat pesan Bung Karno saat peletakan batu pertama kampus IPB pada 1952: pangan adalah persoalan hidup atau matinya sebuah bangsa,” kata Achmad.
Achmad juga mengutip arahan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang mendorong masyarakat mempopulerkan makanan pendamping beras.
Dengan simulasi lahan 35 hektare, produktivitas panen singkong bisa mencapai 30 ton per hektare atau 1.050 ton per panen. Jika panen dilakukan dua kali setahun, sekitar 20 persen kebutuhan pangan Surabaya dapat dipenuhi dari produksi lokal.
Ia berharap gagasan ini dapat diadopsi Pemkot Surabaya di bawah kepemimpinan Wali Kota Eri Cahyadi, sekaligus menjadi bahan riset oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk pengembangan produksi beras singkong.
“Tujuannya jelas: menyediakan pangan murah untuk rakyat dan meningkatkan kesejahteraan petani singkong,” pungkasnya. HUM/BAD