JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Kejagung menangkap mantan Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono. Prasetyo ditangkap terkait kasus korupsi jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023.
“Minggu tanggal 3 November 2024 tepatnya pada jam 12.35 WIB telah dilakukan penangkapan terhadap saudara PB di mana penangkapan di Hotel Sumedang,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam jumpa pers, Minggu 3 November 2024.
Qohar mengatakan penyidikan kasus ini sudah dilakukan sejak 4 Oktober 2023. Dia mengatakan Prasetyo saat itu menjabat Dirjen Perkeretaapian Kemenhub tahun 2016-2017.
“Terakhir saudara PB menjabat ahli menteri bidang teknologi lingkungan dan energi pada Kemenhub,” katanya.
Dalam kasus ini, nama Prasetyo Boeditjahjono disebut dalam dakwaan empat terdakwa. Di dakwaan itu terungkap peranan dan penerimaan uang oleh Prasetyo.
Empat terdakwa itu adalah Nur Setiawan Sidik selaku mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Amanna Gappa selaku Kepala BTP Sumbagut dan Kuasa Pengguna Anggaran periode Juli 2017-Juli 2018, Arista Gunawan selaku team leader tenaga ahli PT Dardela Yasa Guna, serta Freddy Gondowardojo selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Bersama.
Tiga terdakwa lain dalam kasus ini telah disidangkan lebih dulu pada Senin 15 Juli 2024. Mereka adalah Akhmad Afif Setiawan selaku mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa, Rieki Meidi Yuwana selaku Kepala Seksi Prasarana sekaligus Ketua Pokja pengadaan pekerjaan konstruksi pembangunan jalur KA Besitang-Langsa periode 2017 dan 2018, serta Halim Hartono selaku PPK jalur KA Besitang-Langsa periode Agustus 2019-Desember 2022.
Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur KA Besitang-Langsa ini merugikan keuangan negara Rp 1.157.087.853.322 (Rp 1,1 triliun). Tujuh terdakwa dalam kasus ini didakwa dalam berkas terpisah.
Pada sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu 17 Juli 2024, jaksa mengatakan Prasetyo Boeditjahjono meminta Nur Setiawan menunjuk Akhmad Afif Setiawan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Sumatera Bagian Utara untuk pekerjaan pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa pada 6 Januari 2017. Penunjukan itu tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Sumatera Bagian Utara No. 06/SK/BTPSBN/I/2017.
Nur Setiawan kemudian memerintahkan Akhmad Afif menyiapkan dokumen yang digunakan untuk pelelangan pekerjaan proyek pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa. Dokumen itu di antaranya HPS, spesifikasi teknis, Kerangka Acuan Kerja (KAK), bill of quantity dan gambar kerja atau teknis.
Namun, saat menyusun dokumen itu, Akhmad Afif menggunakan data yang digunakan ketika pengajuan anggaran SBSN karena hasil review desain pembangunan jalur KA antara Sigli-Bireun dan Kutablang-Lhokseumawe-Langsa-Besitang (paket DED-10) belum dibuat oleh Arista Gunawan. Jaksa mengatakan gambar teknis pada review desain itu belum disetujui oleh Direktur Prasarana.
“Bahwa spesifikasi teknis yang dipakai adalah 1 spesifikasi teknis yang digunakan pada saat usulan kontrak tahun jamak yang digunakan untuk 11 paket pekerjaan, sedangkan gambar kerja/teknis belum disetujui oleh Direktur Prasarana dan tidak ada hasil penyelidikan tanah,” ujarnya.
Jaksa mengatakan Nur Setiawan dan Akhmad Afif bertemu dengan Prasetyo Boeditjahjono sebelum dilakukan proses pelelangan pekerjaan Jalur KA Besitang-Langsa. Jaksa mengatakan Prasetyo telah menentukan delapan perusahaan sebagai pemenang lelang untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
“Dalam pertemuan tersebut Prasetyo Boeditjahjono telah menentukan nama-nama perusahaan yang akan melaksanakan pekerjaan Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa,” ujar jaksa.
Jaksa menyebut ada delapan perusahaan yang ditentukan Prasetyo sebagai pelaksana pekerjaan tersebut. Perusahaan itu adalah PT Tiga Putra Mandiri Jaya dengan penerima manfaat/beneficial owner Freddy Gondowardojo, PT Sejahtera Intercon dengan penerima manfaat/beneficial owner Andreson, PT Calista Perkasa Mulia dengan penerima manfaat/beneficial owner Daryanto.
Jaksa mengatakan Nur Setiawan kemudian memerintahkan Rieki Meidi memenangkan delapan perusahaan yang ditentukan oleh Prasetyo. Perusahaan milik Nur Setiawan juga diatur sebagai pemenang dalam proyek tersebut.
“Selanjutnya Nur Setiawan Sidik memerintahkan Rieki Meidi Yuwana untuk memenangkan perusahaan-perusahaan yang telah ditentukan oleh Prasetyo Boeditjahjono dan juga perusahaan yang dibawa Nur Setiawan Sidik yaitu PT Dwifarita Fajarkharisma dengan penerima manfaat/beneficial owner Muchamad Hikmat sebagai pemenang pekerjaan konstruksi paket BSL-1 s/d BSL-11,” ujar jaksa.
Nur Setiawan memerintahkan Rieki Meidi melakukan pelelangan dengan metode pascakualifikasi. Hal itu dilakukan karena pengerjaan proyek Jalur KA Besitang-Langsa telah dibagi dalam sejumlah paket dengan nilai di bawah Rp 100 miliar.
Singkat cerita, proyek ini mulai dikerjakan tanpa kajian yang benar dan lelang yang telah diatur. Hasilnya, jalur KA yang telah dibangun ambles di berbagai titik.
Meski jalur tersebut tak bisa digunakan karena ambles, pembayaran untuk pelaksana proyek telah dilakukan 100 persen. Hal tersebut lah yang menyebabkan kerugian negara Rp 1,1 triliun.
Selain itu, jaksa juga mengungkap perbuatan para terdakwa ini telah memperkaya berbagai pihak. Salah satunya Prasetyo, yang saat itu menjabat Dirjen Perkeretaapian.
“Prasetyo Boeditjahjono, Nur Setiawan Sidik, Amanna Gappa, Akhmad Afif Setiawan, Halim Hartono Dan Rieki Meidi Yuwana menerima pemberian dalam bentuk uang, barang dan fasilitas dari Freddy Gondowardojo, Arista Gunawan, pelaksana pekerjaan konstruksi dan supervisi lainnya sebagai bentuk komitmen fee atas dimenangkannya perusahaan-perusahaan tersebut dalam paket pekerjaan konstruksi dan supervisi,” ujar jaksa. Prasetyo sendiri bukan salah satu terdakwa dalam kasus ini. HUM/GIT