JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi Ferdy Sambo dari hukuman mati menjadi pidana penjara seumur hidup.
Ia adalah salah satu terdakwa dari empat terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang mendapat keringanan hukuman di tingkat kasasi.
Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo yang sebelumnya divonis pidana penjara selama 20 tahun berkurang menjadi 10 tahun.
Mantan asisten rumah tangga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf juga mendapat keringanan hukuman dari semula 15 tahun penjara menjadi 10 tahun.
Sementara ajudannya, Ricky Rizal, amar putusan menyatakan menolak kasasi penuntut umum, sehingga hukuman menjadi 8 tahun penjara dari sebelumnya 13 tahun.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi menegaskan, putusan itu telah bersifat inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Artinya, keempat pelaku pembunuhan berencana Brigadir J sudah dapat menjalani hukuman.
“Sudah langsung bisa dieksekusi,” tuturnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana mengatakan, pihaknya belum mendapat informasi lengkap terkait putusan MA.
Menurut Ketut, Kejaksaan perlu mempelajari putusan kasasi tersebut untuk menentukan langkah selanjutnya setelah dinyatakan inkrah.
“Kami belum mendapatkan putusannya secara lengkap, nanti kami pelajari dulu ya,” ujarnya, Rabu (9/8/2023).
Ini Kata Mahfud MD
Sementara itu, Vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo yang sempat dianulir oleh Mahkamah Agung (MA) menjadi pidana penjara seumur hidup, ditanggapi Maffud MD.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, jik vonis kasasi MA di kasus pembunuhan Brigadir Yosua itu menurutnya sudah final.
“Yang pasti kalau menurut saya, seluruh pertimbangan sudah lengkap dan kasasi itu adalah final,” kata Mahfud saat ditemui di kampus terpadu UII, Sleman, DIY, Rabu (9/8/2023).
Ia mengatakan, pada kasus ini, jika pemerintah diperbolehkan mengajukan upaya hukum, akan dilakukan.
Hanya, dalam sistem hukum pidana Indonesia, pemerintah maupun jaksa tidak bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) jika kasus sudah sampai kasasi.
“Ya ini negara hukum. Oleh sebab itu, Mahkamah Agung sudah memutuskan seumpama negara boleh melakukan upaya hukum itu, ya kita lakukan,” urainya.
“Tetapi di dalam sistem hukum kita, kalau hukum pidana sampai kasasi, itu jaksa atau pemerintah tidak boleh PK. Yang boleh PK itu hanya terpidana. Kalau jaksa, tidak boleh,” imbuhnya. (HUM/BAD)